Di Balik Kekuatan Al Quran

quran-tadabur-dalam

Al-Qur’an… Sebuah kata yang sangat populer di dunia sejak ia diturunkan 14.5 abad silam sampai hari ini. Kalau kita tanya sama mbah “Google”, maka ia akan menjawab : Ada sekitar 68.5 juta kata Al-Qur’an tercantum di dalamnya…. Subhanallah… Sebaliknya, jika kita tanya umat Islam yang mencapai 1.6 milyar terkait hakikat Al-Qur’an, pasti jawaban mereka akan beragam… Jika kita fokuskan lagi pertanyaannya terkait Al-Qur’an seperti, sudahkan anda lancar membaca Al-Qur’an? Berapa banyak anda membaca Al-Qur’an perhari? Sudahkan anda memahami dan mentadabburkan semua isi Al-Qur’an? Berapa banyak anda menghafal Al-Qur’an? Sudah berapa anda mengamalkan perintah Al-Qur’an dan meninggalkan larangannya? Yakinkah anda Al-Qur’an itu sebagai solusi bagi kehidupan di dunia dan di akhirat?……. baca selengkapnya.

 

Al-qur’an Audio

01.Alfatihah, 02.Al-Baqarah, 03.Al-Imran, 04.An-Nisa’, 05.Al-Maidah, 06.Al-An’am. 07.Al-A’raf. 08.Al-Anfal, 09.At-Taubah, 10.Yunus. 11.Hud. 12.Yusuf. 13.Ar-Ra’d. 14.Ibrahim. 15.Al-Hijr. 16.An-Nahl. 17.Al-Isra’. 18.Al-Kahfi. 19.Maryam. 20.Thaha. 21.Al-Anbiya’. 22.Al-Hajj. 23.Al-Mu’min. 24.An-Nur. 25.Al-Furqan. 26.Asy-syu’ara. 27.An-Naml. 28.Al-Qashash. 29.Al-Ankabut. 30.Ar-Rum. 31.Lukman. 32.As-Sajada. 33.Al-Ahzab. 34.Saba’. 35.Fathir. 36.Ya-Siin. 37.Ash-Shaafaat. 38.Shaad. 39.Az-Zumar. 40.Ghafir. 41.Fusshilat. 42.Asyura. 43.Az-Zukhruf. 44.Ad-Dukhan. 45.Al-Jaatsiyah. 46.Al-Ahqaaf. 47.Muhammad. 48.Al-Fath. 49.Al-Hujuraat. 50.Qaaf. 51.Adz-Dzaariyaat. 52.Ath-Thuur. 53.An-Najm. 54.Al-Qamar. 55.Ar-Rahman. 56.Al-Waaqi’ah. 57.Al-Hadid. 58.Al-Mujaadalah. 59.Al-Hasyr. 60.Al-Mumtahana. 61.Ash-Shaf. 62.Al-Jum’ah. 63.Al-Munaafiqun. 64.At-Taghabuun. 65.Ath-Thalaq. 66.At-Tariim. 67.Al-Mulk. 68.Al-Qalam. 69.Al-Haaqqah. 70.Al-Ma’aarij. 71.Nuh. 72.Al-Jin. 73.Al-Muzammil. 74.Al-Mudatstsir. 75.Al-Qiyaamah. 76.Al-Insan. 77.Al-Murasalaat. 78.An-Naba’. 79.An-Nazi’aat. 80.Abasa. 81.At-Takwiir. 82.Al-Infithar. 83.Al-Muthafifiin. 84.Al-Insyiqaq. 85.Al-Buruj. 86.Ath-Thaariq. 87.Al-A’la. 88.Al-Ghasyiyah. 89.Al-Fajr. 90.Al-Balad. 91.Asy-Syams. 92.Al-Lail. 93.Adh-Dhuha. 84.Asy-Syarh. 95.Ath-Thiin. 96.Al-Alaq. 97.Al-Qadr. 98.Al-Bayyinah. 99.Al-Zalzalah. 100.Al-Adiyaat. 101.Al-Qaari’ah. 102.At-Takaatsur. 103.Al-Ashr. 104.Al-Humazah. 105.Al-Fil. 106.Al-Quraisy. 107.Al-Maa’uun. 108.Al-Kautsar. 109.Al-Kaafirun. 110.An-Nashr. 111.Al-Masad. 112.Al-Ikhlash. 113.Al-Falaq. 114.An-Nas

By arifuddinali Dikirimkan di Artikel

Manfaat Sujud bagi Kesehatan.

9 Manfaat Sujud bagi Kesehatan dalam Islam, Melancarkan Oksigen hingga Pencernaan

Sujud merupakan salah satu gerakan wajib yang dilakukan umat Muslim setiap melaksanakan sholat. Gerakan ini dilakukan dengan posisi tubuh menunduk serendah-rendahnya, yaitu hingga dahi menyentuh tanah. Bukan tanpa alasan, dalam pandangan islam, gerakan sujud merupakan sebuah simbol pengakuan umat Muslim sebagai makhluk Tuhan yang penuh dengan segala kelemahan dan ketidakberdayaan.

Dalam pelaksanaan sholat, gerakan sujud dilakukan dua kali dalam setiap rakaat. Selain dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung jari kaki, menempel pada sajadah. Bukan hanya sebagai simbol kerendahan diri di hadapan Allah, gerakan sujud juga sebagai bentuk kesungguhan umat muslim untuk memohon doa dan ampunan kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Selain itu, ternyata gerakan sujud juga memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan. Melakukan gerakan sujud dengan menundukkan tubuh hingga menyentuh tanah, dikatakan dapat melancarkan oksigen ke otak. Bukan hanya itu, posisi sujud dinilai juga baik untuk melancarkan sistem organ pencernaan. Lebih dari itu, gerakan sujud masih menyimpan berbagai macam manfaat bagi kesehatan yang tidak kalah penting.

Dilansir dari Brilio.net, berikut beberapa manfaat sujud bagi kesehatan dalam Islam yang perlu Anda ketahui.

Melancarkan Oksigen ke Otak

Manfaat sujud bagi kesehatan yang pertama dapat melancarkan oksigen ke otak. Dalam hal ini, posisi jantung berada lebih tinggi di atas otak, dengan begitu darah bisa mengalir lebih baik di dalam tubuh. Bukan hanya itu, pada posisi ini dinilai juga mampu melancarkan oksigen ke arah otak. Hal ini berguna untuk meningkatkan fungsi miliaran sel saraf dalam tubuh. Ini merupakan salah satu manfaat sujud bagi kesehatan yang tidak boleh dianggap remeh.

Menghilangkan Sakit Kepala

Manfaat sujud bagi kesehatan selanjutnya mampu menghilangkan sakit kepala. Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, gerakan sujud yang dapat mengalirkan oksigen lebih baik menuju otak juga bermanfaat untuk meredakan hingga mencegah sakit kepala atau migraine.

Selain itu, gerakan sujud juga dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan mental seseorang. Bukan hanya itu, sujud juga dapat memberikan tekanan lebih pada pembuluh darah halus dhingga bisa mencegah stroke.

Mengatasi Insomnia

Manfaat sujud bagi kesehatan yang tidak kalah menarik mampu mengatasi insomnia. Perlu diketahui, bahwa insomnia merupakan gangguan tidur yang disebabkan karena aliran darah dalam tubuh yang kurang lancar serta kondisi stres yang berlebihan. Dalam hal ini, gerakan sujud bisa menjadi salah satu alternatif cara untuk mengatasi masalah insomnia.

Di sini, posisi sujud bermanfaat untuk melancarkan aliran darah dalam tubuh sekaligus dapat menenangkan pikiran. Ini merupakan manfaat sujud bagi kesehatan yang tidak boleh dilewatkan.

Melancarkan Aliran Getah Bening

Manfaat sujud bagi kesehatan berikutnya adalah dapat melancarkan aliran getah bening. Posisi sujud yang meletakkan dahi, hidung, lutut, kedua telapak tangan, dan ujung jari sangat bermanfaat untuk melancarkan aliran getah bening ke beberapa bagian tubuh. Mulai dari ketiak, leher, serta kepala.

Memperbaiki Produksi Kelenjar Susu

Bagi ibu menyusui, tentu saja sangat diuntungkan dengan manfaat sujud bagi kesehatan yang satu ini. Dikatakan bahwa gerakan sujud sangat berguna untuk memproduksi kelenjar susu. Manfaat ini tidak lain didapatkan dari kontraksi otot yang berpusat pada tubuh bagian atas, saat seorang ibu melakukan gerakan sujud. Hal ini kemudian dapat memperbaiki kelenjar susu sehingga dapat menghasilkan produksi ASI yang lebih banyak untuk bayi.

Melancarkan Pencernaan

Manfaat sujud bagi kesehatan yang tidak kalah penting selanjutnya ternyata juga baik untuk melancarkan pencernaan. Saat melakukan sujud, kedua lutut yang ditekuk berguna untuk mengatasi kejang dan kram otot. Selain itu, posisi badan yang menunduk serta dahi menempel pada permukaan tanah pun dapat membuat sistem kerja organ pencernaan lebih lancar.

Melancarkan Pernapasan

Bukan hanya melancarkan pencernaan, ternyata sujud juga dapat melancarkan pernapasan. Manfaat sujud bagi kesehatan yang satu ini didapatkan dari kondisi abnormal fetra yang semakin menekan area diafragma.

Kemudian, diafragma akan mengeluarkan udara yang tersisa pada paru-paru. Dengan kondisi ini, proses pernapasan yang berlangsung dalam tubuh akan bekerja lebih baik. Bukan hanya itu, melalui hal ini organ paru-paru juga akan lebih sehat.

Mencegah Wasir

Manfaat sujud bagi kesehatan berikutnya dapat mencegah wasir. Saat melakukan sujud, seseorang juga secara otomatis akan melakukan posisi menungging. Posisi ini dikatakan sangat baik untuk melancarkan pencernaan, serta mampu mencegah penyakit wasir. Dengan begitu, sujud merupakan salah satu gerakan yang bisa menghindarkan tubuh dari penyakit, termasuk penyakit wasir.

Menguatkan Otot Tubuh

Manfaat sujud bagi kesehatan yang terakhir adalah mampu menguatkan otot-otot tubuh. Hal ini didapatkan dari, posisi tubuh yang hendak berdiri setelah melakukan gerakan sujud. Di sini, otot betis akan mendapatkan tekanan lebih dari biasanya, sehingga bisa membantu membuat otot tersebut semakin kuat.

Selain itu, otot betis ini juga bermanfaat untuk memompa darah secara lancar ke seluruh tubuh bagian bawah. Lebih dari itu, gerkan sujud juga mampu menguatkan otot-otot lain seperti otot bahu, leher, dada, perut serta punggung.

(mdk/ayi/arif)

By arifuddinali Dikirimkan di Shalat Dengan kaitkata

Prediksi Ulama Yaman soal Virus Corona Puluhan Tahun Lalu

Melalui video berdurasi 4 menit 33 detik yang diunggah di kanal YouTube Tafaqquh Video, Ustaz Wandi Bustami, memaparkan isi buku berjudul ‘Al-Usus Wal-Munthalaqat’, yang ditulis oleh ulama Yaman, Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur. Ustaz Wandi menjelaskan, jika kitab tersebut membahas tentang fenomena-fenomena akhir zaman.

“Kitab ini ditulis oleh seorang ulama yang hidup di Yaman, puluhan tahun lalu. (Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur) Masih hidup sampai sekarang di Yaman,” tuturnya, Sabtu (8/2/20)

“Di dalam buku itu, disebutkan nomor ke-74, tanda-tanda kiamat kecil itu, nanti akan ada muncul penyakit yang belum ada pada masa lalu,” imbuhnya.

Di antaranya kemunculan penyakit yang belum pernah ditemukan di zaman dahulu, seperti flu burung, flu babi, hingga ‘ku-ru-na’ (Corona). “Apa yang menarik di sini? Ada Corona, bacanya ‘ku-ru-na’. (Buku) Ini bukan dibuat dua hari yang lalu, bukan, tapi beliau tulis puluhan tahun lalu,” jelas Ustaz Wandi.

“Artinya, dia sudah bisa memprediksi, akan ada nanti penyakit yang namanya Corona. Sekarang ternyata betul (muncul),” sambungnya.

Ustaz Wandi menyatakan, Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur merupakan ulama besar. “Ternyata firasatnya seorang Wali, seorang ulama besar itu, bisa menjadi kenyataan. Makanya nabi mengatakan, ‘Takutlah kalian dengan firasat seorang mukmin’, kenapa? Karena firasat orang mukmin itu akan terjadi,” kata Ustaz Wandi.

Dalam bukunya tersebut, Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur memang menjelaskan, tanda-tanda kiamat kecil, yakni kemunculan penyakit yang sebelumnya belum pernah ada.

“Penyakit Corona itu, menurut beliau di-awali dengan demam dulu, rasa panas. Silakan tanya ke dokter, apakah begitu? Karena beliau ini bukan dokter,” ujar Ustaz Wandi.

“Beliau hanya ulama yang mengkaji, rupanya diberi ilham oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa memprediksi munculnya penyakit Corona,” lanjutnya.

Ustaz Wandi mengaku kagum, dengan apa yang ditulis oleh Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur. Ia pun mengingatkan kepada semua yang hadir, agar menyadari jika tanda-tanda kiamat kecil sudah di tengah kita. “Yang kita bahas di sini adalah penyakit-penyakit itu menunjukkan, tanda-tanda kiamat kecil. Itu yang kita perhatikan,” pungkas Ustaz Wandi. (Mr/ngelmu)

Tidak ada bayi yang dapat berbicara kecuali tiga bayi ini

dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau telah bersabda: “Tidak ada bayi yang dapat berbicara ketika masih berada dalam buaian kecuali tiga bayi:

1. bayi Isa bin Maryam, dan

2. bayi dalam perkara Juraij.”

Juraij adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah. Ia membangun tempat peribadatan dan senantiasa beribadah di tempat itu.

Ketika sedang melaksanakan shalat sunnah, tiba-tiba ibunya datang dan memanggilnya; ‘Hai Juraij! ‘ Juraij bertanya dalam hati; ‘Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, melanjutkan shalatku ataukah memenuhi panggilan ibuku? ‘ Akhirnya ia pun meneruskan shalatnya itu hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya.

Keesokan harinya, ibunya datang lagi kepadanya sedangkan Juraij sedang melakukan shalat sunnah. Kemudian ibunya memanggilnya; ‘Hai Juraij! ‘ Kata Juraij dalam hati; ‘Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, memenuhi seruan ibuku ataukah shalatku? ‘ Lalu Juraij tetap meneruskan shalatnya hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya.

Hari berikutnya, ibunya datang lagi ketika Juraij sedang melaksanakan shalat sunnah. Seperti biasa ibunya memanggil; ‘Hai Juraij! ‘ Kata Juraij dalam hati; ‘Ya Allah, manakah yang harus aku utamakan, meneruskan shalatku ataukah memenuhi seruan ibuku? ‘ Namun Juraij tetap meneruskan shalatnya dan mengabaikan seruan ibunya.

Tentunya hal ini membuat kecewa hati ibunya. Hingga tak lama kemudian ibunya pun berdoa kepada Allah; ‘Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum ia mendapat fitnah dari perempuan pelacur!

‘ Kaum Bani Israil selalu memperbincangkan tentang Juraij dan ibadahnya, hingga ada seorang wanita pelacur yang cantik berkata;

‘Jika kalian menginginkan popularitas Juraij hancur di mata masyarakat, maka aku dapat memfitnahnya demi kalian.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun meneruskan sabdanya:

‘Maka mulailah pelacur itu menggoda dan membujuk Juraij, tetapi Juraij tidak mudah terpedaya dengan godaan pelacur tersebut. Kemudian pelacur itu pergi mendatangi seorang penggembala ternak yang kebetulan sering berteduh di tempat peribadatan Juraij.

Ternyata wanita tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu melakukan perzinaan dengannya sampai akhirnya hamil.

Setelah melahirkan, wanita pelacur itu berkata kepada masyarakat sekitarnya bahwa; ‘Bayi ini adalah hasil perbuatan aku dengan Juraij.’ Mendengar pengakuan wanita itu, masyarakat pun menjadi marah dan benci kepada Juraij.

Kemudian mendatangi rumah peribadatan Juraij dan bahkan menghancurkannya.

Selain itu, mereka pun bersama-sama menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya. Lalu Juraij bertanya kepada mereka; ‘Mengapa kalian lakukan hal ini kepadaku? ‘ Mereka menjawab; ‘Kami lakukan hal ini kepadamu karena kamu telah berbuat zina dengan pelacur ini hingga ia melahirkan bayi dari hasil perbuatanmu.’

Juraij berseru; ‘Dimanakah bayi itu? ‘ Kemudian mereka menghadirkan bayi hasil perbuatan zina itu dan menyentuh perutnya dengan jari tangannya seraya bertanya; ‘Hai bayi kecil, siapakah sebenarnya ayahmu itu? ‘ Ajaibnya, sang bayi langsung menjawab; ‘Ayah saya adalah si fulan, seorang penggembala.’

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Akhirnya mereka menaruh hormat kepada Juraij. Mereka menciuminya dan mengharap berkah darinya. Setelah itu mereka pun berkata; ‘Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu ini dengan bahan yang terbuat dari emas.’

Namun Juraij menolak dan berkata; ‘Tidak usah, tetapi kembalikan saja rumah ibadah seperti semula yang terbuat dari tanah liat.’ Akhirnya mereka pun mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti semula.

3. Dan bayi ketiga, Ada seorang bayi sedang menyusu kepada ibunya, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang gagah dan berpakaian yang bagus pula. Lalu ibu bayi tersebut berkata; ‘Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah anakku ini seperti laki-laki yang sedang mengendarai hewan tunggangan itu! ‘ Ajaibnya, bayi itu berhenti dari susuannya, lalu menghadap dan memandang kepada laki-laki tersebut sambil berkata; ‘Ya Allah ya Tuhanku, janganlah Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu! ‘ Setelah itu, bayi tersebut langsung menyusu kembali kepada ibunya.

Abu Hurairah berkata; ‘Sepertinya saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan susuan bayi itu dengan memperagakan jari telunjuk beliau yang dihisap dengan mulut beliau.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meneruskan sabdanya:

‘Pada suatu ketika, ada beberapa orang yang menyeret dan memukuli seorang wanita seraya berkata;

‘Kamu wanita tidak tahu diuntung. Kamu telah berzina dan mencuri.’ Tetapi wanita itu tetap tegar dan berkata; ‘Hanya Allah lah penolongku. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik penolongku.’ Kemudian ibu bayi itu berkata; ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita itu! ‘ Tiba-tiba bayi tersebut berhenti dari susuan ibunya, lalu memandang wanita tersebut seraya berkata; ‘Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku sepertinya! ‘

Demikian pernyataan ibu dan bayinya itu terus berlawanan, hingga ibu tersebut berkata kepada bayinya; ‘Celaka kamu hai anakku! Tadi, ada seorang laki-laki yang gagah dan menawan lewat di depan kita, lalu kamu berdoa kepada Allah; ‘Ya Allah, jadikanlah anakku seperti laki-laki itu! Namun kamu malah mengatakan; ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu!

Kemudian tadi, ketika ada beberapa orang menyeret dan memukuli seorang wanita sambil berkata; ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita itu! ‘ Tetapi kamu malah berkata; ‘Ya Allah, jadikanlah aku seperti wanita itu! ‘

Mendengar pernyataan ibunya itu, sang bayi pun menjawab; ‘Sesungguhnya laki-laki yang gagah itu seorang diktator hingga aku mengucapkan; ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu! ‘

Sementara wanita yang dituduh mencuri dan berzina itu tadi sebenarnya adalah seorang wanita yang shalihah, tidak pernah berzina, ataupun mencuri. Oleh karena itu, aku pun berdoa; ‘Ya Allah, jadikanlah aku seperti wanita itu! ‘

(HR MUSLIM 4626)

Aqidatun najin – Ahlus sunnah wal jamaah (Firqotun najiyah)

Aqidatun najin – Ahlus sunnah wal jamaah (Firqotun najiyah)

Makalah
SYEIKH DR. SALIM ‘ALWAN AL HUSAINI
Ketua Umum Darul Fatwa Australia (Mufti Australia/Ketua Majlis Ulama Australia)
Pada acara Seminar Antarabangsa yang dianjurkan oleh Aswaja NU Center PWNU JAWA TIMUR, Sabtu, 30 Jun 2012

 

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاةوالسلام على سيدنا محمد وعلىءاله وصحبه الطيبين الطاهرين وبعد
قال الله تعالى: وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِمَا تَبَيَّنَ لَه الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَسَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّه مَاتَوَلَّى وَنُصْلِه جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرا (سورة النساء: 115)

Maknanya: “Barangsiapa menentang Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti jalan selain orang-orang mukmin, Kami biarkan dia menempuh jalan kesatan yang dia tempuh itu, dan Kami akan menjadikannya penyulut jahannam dan ini adalah sejelek-jelek tempat kembali”(QS. An-Nisa’: 115).Para hadirin sekalian!
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kalian dengan taufiq-Nya- bahawa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok majoriti ummat Muhammad, mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam prinsip-prinsip keyakinan (I’tiqad), iaitu keyakinan pada enam perkara yang tersebut dalam hadis Jibril bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وبالقدر خيره وشره

Maknanya: “Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, qadar (ketentuan Allah), dan apa-apa yang ditentukan oleh Allah (al maqdur) yang baik dan yang buruk”.

Para hadirin sekalian!
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kalian dengan taufiq-Nya- bahawa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok majoriti ummat Muhammad, mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam prinsip-prinsip keyakinan (I’tiqad), iaitu keyakinan pada enam perkara yang tersebut dalam hadis Jibril bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وبالقدر خيره وشره

Maknanya: “Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, qadar (ketentuan Allah), dan apa-apa yang ditentukan oleh Allah (al maqdur) yang baik dan yang buruk”.

Generasi paling mulia dari seluruh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang hidup pada tiga abad pertama, sebagaimana tersebut dalam hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

 

Maknanya: “Sebaik-baik ummatku adalah mereka yang hidup seabad denganku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya”.

Generasi paling mulia dari seluruh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang hidup pada tiga abad pertama, sebagaimana tersebut dalam hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

Maknanya: “Sebaik-baik ummatku adalah mereka yang hidup seabad denganku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya”.

Makna “qarn”yang tersebut dalam hadits tersebut adalah seratus tahun, ini sesuai dengan pemaknaan yang dipilih oleh al Hafizh Abu al Qasim Ibnu Asakir dan para ulama lainnya, dan mereka –kaum Ahlussunnah wal Jama’ah- juga yang dimaksudkan dalam hadits riwayat at Tirmidzi dan lainnya:
أصيكم بأصحابي ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم وفيه قوله عليكم بالجماعة وإياكم والفرقة فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد فمن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة

 

Maknanya:”Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka”. dalam terusan hadits tersebut terdapat: “Tetap berpegang teguhlah kalian pada majoriti umat, dan jangan terpecah belah, karena setan itu bersama satu orang, dan dia akan lebih jauh dari dua orang, barangsiapa menginginkan tempat yang lapang di surga maka hendaklah ia berpegang teguh dengan ajaran al Jama’ah”.


Hadis tersebut dinilai shahih oleh al Hakim dan at-Tirmidzi menilai hadits ini adalah hadits hasan sahih.

Mereka –kaum Ahlussunnah wal Jama’ah- juga yang dimaksudkan dengan al Jama’ah yang tersebut dalam hadis riwayat Abu Dawud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وإن هذه الملة ستفترق إلى ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة

 

Maknanya:”Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua di antaranya akan masuk neraka, dan hanya satu yang masuk surga, yaitu al Jama’ah”.


Yang dimaksud dengan al Jama’ah di sini adalah kelompok majoriti ummat, bukan solat berjama’ah, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Zaid ibn Tsabit bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثلاث لا يغل عليهن قلب المؤمن إخلاص العمل والنصيحة لولي الأمر ولزوم الجماعة فإن دعوتهم تكون من وراءهم

 

Al Hafiz Ibnu Hajar al ‘Asqalani menilai hadits ini adalah hadits hasan.


Ahlussunnah wal Jama’ah adalah majoriti ummat dan kelompok yang selamat. Semenjak tahun 260 Hijriyyah telah menyebar bid’ah dalam aqidah dari golongan Mu’tazilah,Musyabbihah dan lain-lain, akan tetapi Allah ta’ala menjadikan dua imam besar Abu al Hasan al Asy’ari (w. 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi (w. 333) –semoga Allah meridhai keduanya-, mereka berdua berjuang dengan menjelaskan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan aqidah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan menetapkan dalil-dalil naqli dan aqli serta bantahan terhadap syubhat-syubhat golongan Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga akhirnya Ahlussunnah dinisbatkan kepada mereka berdua, dan dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah Asy’ariyyun (pengikut Imam Asy’ari) dan Maturidiyyun (pengikut Imam Maturidi).

Al ‘Izz ibn Abdissalam menyebutkan bahwa aqidah imam al Asy’ari telah disepakati oleh para penganut mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan pemuka-pemuka mazhab Hanbali, dan pernyataan beliau tersebut disetujui oleh tokoh ulama mazhab Maliki yang hidup di masanya, yaitu Abu ‘Amr ibn al Hajib, dan tokoh Mazhab Hanafi Jamaluddin al Hushairi, dan juga disepakati oleh as-Subki.

Tajuddin as-Subki berkata: “Dan mereka penganut mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan pemuka-pemuka mazhab Hanbali semuanya adalah satu dalam aqidah, mereka semua mengikuti ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, tunduk beragama kepada Allah dengan mengikuti mazhab syaikhussunnah Abu al Hasan al Asy’ari –semoga Allah merahmatinya- lalu beliau berkata juga: Secara garis besar aqidah yang diajarkan oleh Imam al Asy’ari adalah ajaran-ajaran aqidah yang dimuat oleh kitab aqidah Imam Abu Ja’far at-Thahawi (al Aqidah ath-Thahawiyyah) yang diterima oleh para ulama berbagai mazhab dan diridlai sebagai aqidah yang benar”.

Al hafiz Murtadla az-Zabidi dalam Syarh Ihya’ Ulum ad-Din berkata : “Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah”.
al Faqih al Hanafi Ibnu Abidin dalam Hasyiyahnya berkata : Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kaum asy’ariyyah dan maturidiyyah”.

 


Abu Bakar ibn Qadli Syuhbah dalam kitab Thabaqat-nya : “Syeikh Abu al Hasan al Asy’ari al Bishri Imam para mutakallimin, pembela ajaran sayyidil mursalin, dan penegak agama”.

Syeikh Abu Ishaq as-Syirazi –semoga Allah merahmatinya- menulis: “al Asy’ariyyah adalah Ahlussunnah wal jama’ah itu sendiri dan penegak syari’at, mereka bangkit untuk membantah para penyebar bid’ah seperti kelompok Qadariyyah dan lain-lain, maka siapapun yang mencela mereka, berarti telah mencela ahlussunnah, dan jika diajukan perkara dia itu kepada pemimpin yang mengurus perkara umat Islam, maka wajib untuk diberi pelajaran dengan hukuman yang membuat setiap orang jera”. Syeikh Abu BakrMuhammad ibn Ahmad as-Syasyi murid Syeikh Abu Ishaq menyetujui dan menandatangani pernyataan gurunya ini.

Inilah agama Allah yang dianut oleh generasi as-Salaf as-Shalihdan ajaran itu diwarisi dari para generasi salaf oleh generasi al khalaf as-shalih, dan Mazhab Asy’ari dan Maturidi dalam aqidah adalah satu. Mazhab yang benar yang dianut oleh as-Salaf as-Shalih adalah mazhab yang dianut oleh Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, pengikutnya berjumlah ratusan juta ummat Islam, lalu bagaimana mungkin mereka yang majoriti itu dikatakan sesat, dan sebaliknya bagaimana bisa kelompok minoritas yang hanya berjumlah sekitar tiga jutaan dianggap benar, yang benar adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa majoriti ummatnya tidak akan berada dalam kesesatan secara bersama-sama, dan ini adalah salah satu keistimewaan bagi ummat Nabi Muhammad ini, hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah menunjukkan akan hal ini, yaitu sabda beliau:
إن الله لا يجمع أمتي على ضلالة

 

Maknanya:”Allah tidak menjadikan umat ini bersepakat semuanya dalam kesesatan”.


Dan dalam riwayat Ibnu Majah dengan tambahan:
فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم

 

Maknanya: “Kalau kalian melihat adanya perselisihan, maka berpegang teguhlah pada ajaran majoriti umat”.


Hadis mauquf Abu Mas’ud al Badri juga menguatkan kebenaran hal ini, yaitu perkataan beliau:
وعليكم بالجماعة فإن الله لا يجمع هذه الأمة على ضلالة

 

Maknanya:”Berpegang teguhlah kalian pada ajaran al Jama’ah, karena Allah tidak menjadikan umat ini bersepakat semuanya dalam kesesatan”.


Al hafiz Ibnu Hajar al Asqalani menilai hadits ini dan mengatakan: “Sanadnya hasan” juga hadits mauquf Abdullah ibn Mas’ud yang juga shahih nisbatnya kepada beliau, yaitu perkataan beliau:
ما رءاه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رءاه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح

 

Maknanya:”Apa yang dilihat oleh orang-orang Islam sebagai kebaikan, maka itulah sejatinya kebaikan yang dianjurkan oleh Allah, dan apa yang dilihat oleh mereka sebagai keburukan, maka itulah sebenarnya keburukan yang dilarang oleh Allah”.


AlHafiz Ibnu Hajar berkata: “Ini adalah hadits mauquf yang hasan”.

Maka jelaslah bahwa aqidah yang benar yang dianut oleh generasi as-Salaf as-Shalihadalah ajaran yang dianut oleh Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, jumlah mereka mencapai ratusan juta umat Islam, mereka adalah kelompok majoriti dalam ummat ini, penganut Mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan pemuka-pemuka Mazhab Hanbali yang lurus, dan Rasulullah telah mengabarkan bahkan mayoritas ummatnya tidak akan tersesat, maka sungguh beruntung orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran ini.

Maka wajib hukumnya untuk bersungguh-sungguh dalam mempelajari aqidah al Firqah an Najiyyahini, yang mana mereka itu adalah kelompok majoriti ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling utama, ilmu yang menjalaskan tentang pondamen agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: “Amalan apakah yang paling utama”, beliau menjawab: beriman kepada Allah dan Rasul-Nya” (H.R. al Bukhari). Maka tidak perlu dihiraukan ocehan-ocehan golongan musyabbihah yang menjelek-jelekkan ilmu ini, mereka mengatakan bahwa ilmu aqidah adalah ilmu kalam yang dicela oleh generasi salaf, dan mereka tidak tahu bahwa ilmu kalam yang tercela adalah ilmu kalam yang dicetuskan dan ditekuni oleh sekt-sekt mu’tazilah, musyabbihah dan golongan-golongan ahli bid’ah yang serupa dengan mereka, adapun ilmu kalam yang terpuji adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh Ahlussunnah, yang mana dasar-dasarnya sudah ada di zaman sahabat, dan kami telah sebutkan mengenai hal itu. Banyak ulama yang menulis kitab-kitab berisi penjelasan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti kitab al-Aqidah ath-Thahawiyyah karya Imam Abu Ja’far ath-Thahawi (w. 321 H), al Aqidah an-Nasafiyyah karya al Imam an-Nasafi (w. 573 H), al Aqidah al Mursyidahkarya Abu Abdillah Muhammad ibn Abdillah al Hasani yang lebih dikenal dengan julukan Ibnu Tumart (w. 524 H), yang mana kitab ini diajarkanoleh Syekh Fakhruddin Ibnu Asakir (w. 620 H), al Aqidah as-Shalahiyyah karya Imam Muhammad ibn Hibatillah al Makki (w. 599 H) yang diberi nama Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul, kitab ini kemudian dihadiahkan oleh pengarangnya kepada Sultan Shalahuddin al Ayyubi (w. 589 H), dan sang sultan pun menerimanya dengan penuh kegembiraan, beliau pun memerintahkan agar kitab tersebut diajarkan untuk semua kalangan bahkan kepada anak-anak di madrasah-madrasah sehingga kitab ini akhirnya dinamakan dengan al Aqidah ash-Shalahiyyah, dan Sultan Shalahuddin sendiri yang tercatat sebagai seorang alim dalam fiqih Madzhab Syafi’i memiliki perhatian khusus dalam menyebarkan aqidah sunniyyah ini, beliau memerintahkan kepada para muadzdzin pada waktu tasbih untuk mengumandangkan aqidah ini setiap malam, baik di Mesir, daratan Syam, Makkah atau Madinah, sebagaimana hal ini telah dinukil oleh Imam as-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya al Wasail ila Musamarah al Awail dan lain-lain, dan masih banyak lagi kitab-kitab lain dalam bidang aqidah yang masih juga dikarang dan ditulis hingga sekarang.
Beberapa nas yang menunjukkan keutamaan Asya’irah
Allah ta’ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ولا يخافون لومة لائم ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء والله واسع عليم (المائدة: 54)

 

Maknanya: “Wahai orang-orang yang beriman, siapapundari kalian yang keluar dari agamanya (Islam), maka Allah akan mendatangkan kaum yang Ia ridha kepada mereka dan mereka itu cinta kepada Allah, mereka itu bersikap lembut kepada sesama orang-orang mukmin, dan bersikap keras kepada orang-orang kafir, berjihad di jalan yang diridlai oleh Allah, dan tidak takut pada celaan orang yang mencela, itulah kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada siapapun yang Ia kehendaki, dan Allah Maha Pemurah lagi Maha Mengetahui”.

AlHafiz Ibnu Asakir menyebutkan dalam kitabnya Tabyin Kadzib al Muftari dan al Hakim dalam Mustadraknya menyebutkan bahwa ketika turun ayat:
فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Mereka adalah kaummu wahai abu Musa”, seraya tangan beliau menunjuk kepada Abu Musa al Asy’ari”, al Hakim berkata: “Hadis ini sahih sesuai dengan syarat Muslim”, juga diriwayatkan oleh Imam at-Thabari dalam tafsirnya, Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, dan juga oleh Ibnu Sa’d dalam thabaqatnya, juga at-Thabarani dalam al Mu’jam al Kabir. Al Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid berkata mengenai hadits ini: “Para perawinya adalah perawi-perawi hadis sahih”.


AlQusyairi berkata: “Jadi para pengikut Abu al Hasan al Asy’ari adalah kaum Abu Musa, karena dimanapun jika disandarkan kaum kepada nabi maka yang dimaksud adalah para pengikutnya, disebutkan oleh al Qurthubi dalam tafsirnya (juz. 6, hal. 220)”.

Al Baihaqi berkata: “Hal itu dikarenakan fadhilah yang agung dan martabat yang mulia dalam hadits ini bagi Imam Abu al Hasan al Asy’ari –semoga Allah meridlainya-, beliau adalah termasuk anak cucu dan keturunan Abu Musa al Asy’ari yang diberi kelebihan ilmu, dikurniai kefahaman, dan diberi kekhususan oleh Allah sebagai penegak ajaran nabi dan pemberantas bid’ah dengan mengungkapkan dalil dan membantah syubhat”.Pernyataan ini disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam Tabyin Kadzibal Muftari.

Imam al Bukhari meyebutkan dalam Sahihnya: “Bab datangnya kaum Asy’ariyyin dan penduduk Yaman”. Abu Musa meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Mereka adalah bagian dariku dan aku bagian dari mereka”.

Ketika turun ayat ini, tidak lama kemudian datanglah segerombolan kaum asy’ariyyin dan kabilah-kabilah dari yaman, Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أتاكم أهل اليمن هم أرق أفئدة وألين قلوبا الإيمان يمان والحكمة يمانية

 

Maknanya: “Telah datang kepada kalian orang-orang yaman, mereka lebih lembut hatinya dan lebih halus perasaannya, termasuk salah satu keimanan yang sempurna adalah keimanan orang-orang Yaman, dan hikmah yang sempurna adalah hikmah dari Yaman”.


Imam al Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari Imran ibn al Hushain bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam didatangi oleh sekelompok orang dari Bani Tamim, lalu rasulullah mengatakan kepada mereka: terimalah kabar gembira wahai Bani Tamim, namun mereka menjawab: Engkau telah memberi kabar gembira kepada kami, maka berilah kami dua kali, maka seketika itu raut muka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berubah –kerana menyesalkan sikap mereka itu yang lebih mengutamakan dunia- lalu kemudian beliau didatang juga oleh sekelompok orang dari yaman, beliau pun mengatakan kepada mereka: Wahai orang-orang yaman terimalah kabar gembira yang tidak diterima oleh bani Tamim”, mereka pun menjawab: kami telah menerimanya wahai Rasulullah, kami mendatangimu untuk mempelajari ilmu agama dan bertanya tentang awal mula penciptaan alam ini, Rasulullah menjawab:
كان الله ولم يكن شىء غيره

 

Maknanya:”Allah ada (tanpa permulaan), dan tidak ada sesuatupun selain-Nya”.


Allah ada (dengan keberadaan yang azali/tanpa permulaan), dan belum ada tempat, waktu, arah arsy langit, benda, gerak, diam, makhluk, lalu Allah menciptakan makhluk, dan setelah diciptakan makhluk-makhluk Allah tetap ada seperti sediakala (sebelum diciptakan makhluk), Ia subhanahu wa ta’ala ada tanpa bersifat dengan sifat makhluk, tanpa tempat dan tanpa arah.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah, kita semua termasuk penganut aqidah sunniyyah yang kita yakini ini, dan yang dahulu diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan, yang mana Rasulullah telah memuji pengikut aqidah ini dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al Bazzar, ath-Thabarani, al Hakim dengan sanad yang sahih:
لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش

 

Maknanya: “Konstantinopel akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang berhasil menaklukkannya, dan sebaik-baik bala tentara adalah bala tentara yang menaklukkannya”.


Dan konstantinopel telah ditaklukkan setelah 900 tahundari masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, penakluknya adalah as-Sulthan Muhammad al Fatih al Maturidi –semoga Allah merahmatinya- dan beliau beraqidah sunni, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat, mencintai para shufi, dan bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sultan Muhammad al Fatih dan bala tentaranya yang ikut bersamanya, telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa mereka itu dalam keadaan yang baik, dan demikian juga para raja-raja di kerajaan Turki Utsmani lainnya, mereka semua telah berjuang mempertahankan bendera kaum muslimin dan melindungi agama dalam berabad-abad lamanya.

Ratusan juta umat Islam mengikuti ajaran aqidah ini, baik salaf maupun khalaf, di barat ataupun di timur, dalam pengajaran dan pembelajaran, kenyataan menjadi saksi kebenaran hal ini, dan kiranya cukup sebagai bukti kebenaran aqidah ini bahwa para sahabat, tabi’in, atba’ at-tabi’in (dan mereka itulah yang dimaksud dengan as-salaf ash-shalih) dan termasuk orang-orang yang mengikutipara sahabat dengan baik meyakini aqidah ini, para huffazh pemuka-pemuka ahli hadits, sepertial Hafizh Abu Bakr al Isma’ili pengarang al Mustakhraj ‘ala al Bukhari, al Hafizhal ‘alam al masyhurAbu Bakr al Baihaqi, al Hafizhyang disebut-sebut sebagai Afdlalul Muhadditsindi daratan Syam pada zamannya al Hafizh Ibnu Asakir, kemudian datang setelah beliau seorang alim yang menyamai beliau dalam keilmuan, yang disebut-sebut sebagai Amirul Mukminin fil Hadits Ahmad Ibnu Hajar al Asqalani, dan orang yang betul-betul melihat dengan teliti pasti akan mengetahui bahwa kaum Asya’irah adalah tokoh-tokoh ternama dalam berbagai disiplin ilmu dan hadits, di antaranya: Mujaddid abad keempat hijriyyah al Imam Abu at-Thayyib Sahl ibn Muhammad, Abu al Hasan al Bahili, Abu Bakr ibn Furak, Abu Bakr al Baqillani, Abu Ishaq al Isfirayini, al HafizhAbu Nu’aim al Ashbahani, al QadliAbdul Wahhab al Maliki, as-Syaikh Abu Muhammad al Juwaini dan putranya Abu al Ma’ali Imamul Haramain al Juwaini, Abu Manshur al Baghdadi, al Hafizhad-Daraqutni, al Hafizh al Khatib al Baghdadi, al Ustadz Abu al Qasim al Qusyairi, dan putranya abu Nashr, asy-Syaikh Abu Ishaq as-Syirazi, Nashr al Maqdisi, al Ghazali, al Furawi, Abu al Wafa Ibnu Aqil al Hanbali, Qadli al Qudlatad-Damaghani al Hanafi, Abu al Walid al Baji al Maliki, al Imam as-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i, Ibn as-Sam’ani, al Qadli ‘Iyadl, al Hafizh as-Silafi, an-Nawawi, Fakhruddin ar-Razi, al ‘Izz ibn Abdissalam, Abu Amr ibn al Hajib al Maliki, Ibnu Daqiq al ‘Id, ‘Alauddin al Baji, Qadli al QudlatTaqiyyuddin as-Subki, al Hafizh al ‘Ala’i, al Hafizh Zainuddin al ‘Iraqi, dan putranya al Hafizh Waliyuddin al ‘Iraqi, al Hafizh Murtadla az-Zabidi al Hanafi, asy-Syaikh Zakariya al Anshari, asy-Syaikh Bahauddin ar-Rawwas as-Shufi, Mufti Makkah Ahmad Zaini Dahlan, Mufti India Waliyullah ad-Dihlawi, Mufti Mesir asy-Syaikh Muhammad ‘Illaisy, Syaikh al Jami’ al Azhar Abdullah asy-Syarqawi, asy-Syaikh Abu al Hasan al Qawuqji Nuqthat al Bikar fi Asanid al Mutaakhkhirin, Syaikh Husain al Jisr at-Tharabulsi, as-Syaikh Abdul Basith al Fakhuri Mufti Beirut, al Allamah ‘Alawi ibn Thahir al Hadlrami al Haddad dan Syafi’iyyul Ashr Rifa’iyyul Awan as-Syaikh al Faqih al Muhaddits Abdullah al Harari, as-Syaikh as-Shufi as-Shadiq Mushthofa Naja Mufti Beirut, dan lain-lainpara pemuka agama yang teramat banyak dan tidak mengetahui keseluruhan jumlah mereka kecuali Allah semata.
Termasuk juga al Wazir al MasyhurNizham al Mulk, as-Sulthan al Adil al ‘Alim al Mujahid Shalahuddin al Ayyubi –semoga Allah merahmatinya-, pada masa kekuasaannya beliau memerintahkan agar dikumandangkan dasar-dasar aqidah sesuai dengan ibarat-ibarat Imam al Asy’ari di atas menara-menara sebelum adzan Shubuh, dan agar diajarkan nazhaman yang dikarang oleh Muhammad ibn Hibatillah al Barmaki untuk anak-anak di kuttab-kuttab, di antara bait-baitnya adalah sebagai berikut:
وصانع العالم لا يحويه قطر تعالى الله عن تشبيه

 

قد كان موجودا ولا مكان وحكمه الآن على ما كان
سبحانه جل عن المكان وعز عن تغير الزمان
فقد غلا وزاد في الغلو من خصه بجهة العلو

Maknanya:”Dan pencipta alam ini tidak diliputi oleh arah, Maha Suci Allah dari serupa”
“Allah ada (tanpa permulaan/azali) dan belum ada tempat, dan setelah menciptakan tempat Ia tetap ada seperti semula (tanpa tempat)”
“Maha Suci Allah dari bertempat, dan Maha Suci Allah dari perubahan masa”
“Telah berlebihan dan bertambah berlebihan, orang yang menetapkan Allah ada di arah atas”.


Inilah aqidah yang diajarkan di Universitas al Azhar di Mesir, dan di Universitas az-Zaitunah di Tunisia, bahkan diseluruh wilayah Maghrib, juga di Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, daratan Syam, Sudan, Yaman, Irak, India, Afrika, Bukhara, Daghistan, Afganistan, dan semua Negara-negara Islam.

 

Termasuk juga al Malik al Kamil al Ayyubi dan Sulthan al Asyraf Khalil ibn al ManshurSaifuddin Qalawun, dan semua sulthan-sultan di berbagai dinasti Mamluk.


Kami tidak bermaksud dengan apa yang kami sebutkan ini untuk menghitung secara keseluruhan kaum asya’irah dan maturidiyyah, karena siapa yang bisa menghitung bintang-bintang di langit, atau mengetahui secara persis jumlah butiran-butiran pasir di gurun?

Jadi Asya’irah dan maturidiyyah mereka itulah Ahlussunnah wal Jama’ah yang sebenarnya, dan merekalah al Firqah an-Najiyah.

Dan sepantasnya saya mengkhususkan Negara penyelenggara acara seminar ini yaitu Indonesia, yang mana mayoritas penduduknya adalah penganut ajaran sunni asy’ari, semenjak Islam masuk ke Negara ini, dan kemudian disebarluaskan dan dipertahankan oleh para ulama yang shalih.

Sikap ghuluw pada banyak orang yang mengaku pengikut madzhab hanbali

Dinamakan Hanabilah karena mereka berafiliasi kepada Imam Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal as-Syaibani(w. 241 H), salah seorangulama mujtahid yang terkemuka, terkenal dengan kezuhudan dan kawara’annya, jauh dari raja-raja, hanya menyibukkan diri dengan ilmu agama, meski kesulitan ekonomi melilit –semoga Allah merahmati dan meridhainya-.

Imam Ahmad diberikan ujian dengan banyaknya orang yang berafiliasi kepada beliau, sebagaimana Imam Ja’far as-Shadiq diuji dengan banyak orang yang berafiliasi kepadanya, dan sebagaimana beberapa ulama lainnya diuji dengan murid-murid mereka yang menyimpang, menambah-nambah pada pendapat mereka hal-hal yang sebetulnya jauh di luar pendapat mereka itu, dan berbohong dengan mengatasnamakan mereka.

Oleh karenanya kita temukan banyak ulama-ulama terkemuka seperti al Baihaqi, Ibnu al Jauzi, Abu al Hasan al Asy’ari meriwayatkan dari Imam Ahmad dengan sanad-sanad yang kuat, berbeda dengan riwayat-riwayat para pengikut beliau sendiri yang berlebihan dan menyimpang.

Tapi yang saya maksudkan di sini, kita tidak boleh menisbatkan kepada Imam Ahmad semua yang dinisbatkan kepada beliau oleh setiap orang yang berafiliasi kepada beliau.

Imam Ahmadsendiri terkenal dengan keteguhan iman beliau setelah dilakukan imtihan dalam peristiwa mihnah khalq al Qur’an yang terjadi pada awal abad ketiga hijriyyah. Dan Imam Ahmad saat itu teguh mempertahankan keyakinan beliau dan tidak tergelincir pada jurang kesalahan sebagaimana yang terjadi pada beberapa ulama lain saat dilakukan imtihan kepada mereka oleh penguasa Abbasiyyah.

Tidak diragukan lagi bahwa aqidah tajsim dan tasybih (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya telah dimunculkan oleh beberapa orang sebelum hanabilah, seperti al Mughirah ibn Said, Hisyam ibn al Hakam, dan yang semasa dengan mereka seperti al Karramiyyah pengikut Muhammad ibn Karram as-Sijzi (dan kebanyakan as-Sijziyyin memiliki aqidah tajsim), jadi sebenarnya pengikut-pengikut madzhab hanbali yang menyimpang tidak merintis bid’ah tajsim dan tasybih ini, tapi mereka menghimpun apa yang terpisah-pisah dari pendahulu mereka, lalu menambah-nambahinya, menyebarkan dan membelanya sebagai akibat permusuhan mereka dengan kelompok Mu’tazilah dan lain-lain yang teramat berlebih-lebihan dalam menafikan sifat.

Sejarah kemunculan pengikut-pengikut madzhab hanbali yang ekstrim dan gerakan-gerakan mereka berkaitan dengan paham tajsim, tasybih, menggunakan kekerasan yang membuat jengkel, dan penyebaran fitnah, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu al Atsir dalam tarikhnya tentang fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh para pengikut Madzhab Hanbali yang menyimpang pada beberapa tahun; 310 H, 317 H, 323 H, 329 H, 447 H, 469 H, 475 H, 488 H, 567 H, 596 H.

Para pengikut madzhab hanbali yang ekstrim itu menamakan diri mereka sebagai ahlussunnah wal jama’ah atau pengikut as-salaf as-shalih, mengaku-ngaku mengikuti jalan mereka, tapi mayoritas ummat para pengikut Mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali yang lurus tidak menyetujui mereka dan sebaliknya menentang mereka.

Di antara kitab-kitab yang paling terkenal sebagai rujukan para mujassimah yang barafiliasi pada Madzhab Hanbali (baik yang mereka karang sendiri atau karangan orang lain di luar kelompok mereka) adalah sebagai berikut:
Al Haydah karya al Kinani (w. 240 H), as-Sunnah (yang dinisbatkan kepada) Abdullah ibn Ahmad (w. 291 H), Kitab an-Naqdl ‘ala Bisyr al Mirrisi karya ad-Darimi Utsman ibn Sa’id (w. 281 H), as-Sunnahkarya al Khallal (w. 311 H), Kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah (w. 311 H), Syarh as-Sunnah karya al Barbahari (w. 329 H), Kitab al Iman dan Kitab at Tauhid karya Ibnu Mandah (w. 395 H), Kitab as-Syari’ah karya al Ajurri (w. 360 H), al Ibanah karya Ibnu Baththah al Hanbali (w. 387 H), Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnahkarya Abu al Qasim al Lalika’i (w. 418 H), Kumpulan beberapa risalah yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H), al Azhamah karya Abu as-Syaikh al Ashbahani (w. 369 H), dan kitab-kitab Abu Ya’la al Hanbali (w. 548 H).

 


Dalam kitab-kitab para pengikut Madzhab Hanbali yang ekstrim ini banyak disebutkan kesalahan fatal mereka dan masih juga menjadi fitnah pemecah belah ummat hingga kini, sepert; takfir syumuli (pengkafiran secara menyeluruh) , penyesatan tanpa dalil, pembid’ahan tanpa dalil, menvonis fasiq tanpa dalil, kezhaliman, sikap berlebihan kepada para masyayikh, celaan, kebohongan, tajsim, takwil yang bathil, lebih mengutamakan orang-orang kafir dari pada kaum muslimin, pembolehan membunuh siapa saja yang mereka anggap sebagai musuh, isra’iliyyat, dan lain-lain.

Contoh-contoh Pengkafiran Dari Para Pengikut Mazhab Hanbali Yang Ekstrim

* Pengkafiran Imam Abu Hanifah dan penganut Mazhab Hanafi, serta pencelaan dan pembid’ahan terhadap mereka yang terdapat dalam kitab-kitab pengikut Mazhab Hanbali yang ekstrim!!:
Dalam kitab as-Sunnah yang dinisbatkan kepada Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal (w. 290 H) menyebutkan kalimat yang berisi tuduhan dan celaan dari musuh-musuh Abu Hanifah yang mensifati beliau sebagai; kafir, zindiq, meninggal dalam keadaan sebagai pengikut aqidah Jahmiyyah, merusak Islam sedikit demi sedikit, tidak pernah dilahirkan dalam lingkungan ummat Islam orang yang lebih jelek dan lebih berbahaya kepada ummat darinya, abu al khathaya (sumber kesalahan-kesalahan), menipu agama, abu jifah(bangkai), dan bahwa beliau adalah orang pertama yang mengatakan al Qur’an adalah makhluk.

 


Saya yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa kitab as-Sunnahini dipalsukan penisbatannya kepada Imam Ahmad dan banyak dimasukkan sisipan-sisipan tidak benar di dalamnya, siapapun dari kita yang mencoba membandingkan antara kitab as-Sunnahini dengan kitab beliau Musnad al Imam Ahmad, maka akan menemukan perbedaan yang teramat jelas, atau juga jika dibandingkan dengan kitab-kitab induk dalam Mazhab Hanbali seperti kitab al Mughnikarya Ibnu Qudamah dan lain-lainnya, maka akan menemukan perbedaan yang sama.

Mujassimah zaman sekarang –yaitu kelompok Wahhabiyyah- juga seperti ini, salah satu pemuka mereka yang bernama al Qanuji menyebutkan dalam kitabnya yang dia beri nama ad-Din al Khalish (juz 1/hal 140): “Taqlid kepada mazhab adalah kesyirikan”, dengan ini berarti bahwa dia telah mengkafirkan semua ummat Islam pada masa sekarang ini, karena ummat Islam saat ini semuanya adalah penganut mazhab empat, dan mereka itu menurut kelompok Wahhabi adalah kafir.

Ali ibn Muhammad ibn Sinan pengajar di masjid an-Nabawi dan perguruan tinggi yang dinamakan al Jami’ah al Islamiyyahdalam kitabnyayang dinamakan al Majmu’ al Mufid min Aqidah at Tauhid, hal 55, dia berkata: “Wahai umat Islam tidak bermanfaat islam kalian, kecuali jika kalian terang-terangan memerangi tarekat-tarekat shufiyyah dan menghabisinya, perangilah mereka sebelum kalian memerangi Yahudi dan Majusi”.

Orang–orang Wahabi mengkafirkan penduduk semua negara-negaraIslam dan ulama–ulamanya sebagaimana tersebut dalam kitab mereka yang dinamakan Fath al Majid mereka mengatakan dalam kitab tersebut pada hal. 190:”Khususnya telah diketahui bahwa kebanyakan ulama–ulama di daerah–daerah tidak mengetahui tentang tauhid kecuali yang di tetapkan oleh orang–orang musyrik saja”.
Kemudian penulis buku itu berkata: “Penduduk Mesir semuanya kafir karena mereka menyembah Ahmad al Badawi, juga penduduk Irak dan sekitarnya seperti Omman, mereka semua kafir karena mereka menyembah al Jilani, dan penduduk Syam semuanya kafir, mereka menyembah Ibnu Arabi dan begitu juga dengan penduduk Yaman, Najd dan Hijaz”.

 


Dan didalam kitab mereka yang dinamakan I’shar at-Tauhidkarya Nabil Muhammad mereka mengkafirkan para kaum sufi dan ahli tarekat dan semua penduduk negara–negara Islam seperti Mesir,Libya, Maroko, India, Persia, Asia Barat, negara–negara di dataran Syam,Nigeria, Turki, negara-negara di wilayah Romawi, Afganistan, negara–negaraTurkistan di China, Sudan, Tunisia,al Jazair.

Sampai Sayyidah Hawa tidak lepas dari pengkafiran Wahabiyah, sebagaimana disebutkan oleh al Qanuji dalam kitab yang dia namakan ad Din al Khalis, juz.1, hal. 160, dia mengatakan: “Pendapat yang benar adalah bahwa kesyirikan telah dilakukan oleh Hawa saja, dan bukan Nabi Adam”.Dari sini diketahui bahwa orang–orang Wahabi menjadikan semua manusia adalah anak–anak zina.

Dan dalam kitab mereka dinamakan at-Tauhidyang merupakan buku panduan kurikulum untuk kelasa 1 madrasah aliyah, karangan al Fauzan dari kementrian bidang pendidikan dan pengajaran kerajaan Saudi Arabia terbitan tahun 1424 H,hal. 66 dan 67, mereka mensifatikaum Asya’irah dan Maturidiyah dengan kesyirikan, dan mereka berkata tentang orang–orang musyrik zaman dahulu: “Mereka orang–orang musyrik adalah pendahulu bagi kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asya’irah”.

Dalam kitab Ibn Baz yang dinamakan Fatawa fil Aqidah surat–surat petunjuk untuk pimpinan lembaga keamanan Negara halaman 13 Ibnu Baz berkata tentang orang–orang yang beristighosah dan bertawasul dengan para nabi dan para wali bahwa mereka itu adalah orang–orang musyrik dan kafir yang tidak boleh dinikahkan dan tidak boleh bagi mereka untuk masuk masjidil haram dan tidak diberlakukan seperti perlakuan terhadap orang–orang Islam meskipun mereka tidak tahu, dan tidak dihiraukan ketidaktahuan mereka itu bahkan wajib hukumnya untuk diperlakukan (menurutnya) seperti perlakuan terhadap orang–orang kafir.

Muhammad Ahmad Basymil dalam kitabnya yang dinamakan Kaifa Nafhamu at-Tauhid mengatakan pada halaman 16: “Abu Jahal dan Abu Lahab lebih kuat tauhidnya dan lebih murni keimanannya kepada Allah dari pada orang Islam yang megatakan lailahailallah-muhammadurrasulullah, karena mereka bertawasul dengan para wali dan orang–orang shalih”.

Pengkafiran Menurut Ibnu Taimiyah

Landasan pengkafiran sudah ada pada perkataan-perkataan Ibnu Taimiyah (w. 728 H), ketika dia sangat berlebihan dalam membedakan antara tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah, dia terlalu mempermudah dalam permasalahan pertama,sebaliknya terlalu keras dan berlebihan dalam permasalahan kedua, bahkan pembedaan semacam itu pada dasarnya adalah pembedaan yang dia ada-adakan yang tidak ada dalam al Qur’an dan hadits Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam, bahkan sebelumnya tidak ada satupun dari para sahabat atau tabi’in yang mengatakan tentang pembedaan ini. Padahal kita tahu bahwa tauhid itu hanyalah satu, dan pembedaan semacam inilah yang membuat Ibnu Taimiyah dan pengikut-pengikutnya mengatakan bahwa Allah tidak mengutus para rasul kecuali hanya untuk tujuan tauhid uluhiyyah saja, adapun tauhid rububiyyah, maka orang-orang kafir juga mengakuinya!!

Makna uluhiyyah dan rububiyyah menurutnya adalah saling bertentangan, dia meyakini bahwa rububiyyah adalah khaliqiyyah (keberadaan Tuhan sebagai pencipta) saja, Ibnu Taimiyah telah memasukkan dalam aqidah ini permasalahan yang tidak ada di dalamnya,terutama dalam permasalahan furu’, dan semua tuduhan kufur dan syirik darinya masuk kepada permasalahan furu’ saja, seperti tawassul, istighatsah, ziarah qubur, dll.

Pengkafiran Menurut Ibnu al Qayyim

Ibnu al Qayyim menulis satu fasal dalam nuniyyahnya yang diberi judul (Fasal: Menjelaskan bahwa muaththil adalah musyrik)!! yangdia maksud dengan muaththildi sini sebagaimana disebutkan oleh penyarah kitab ini Muhammad Khalil Haras: adalah para filosof, Muktazilah, Asy’ariyyah, Qaramithah dan Shufiyyah, ada percampuran antara Qaramithah dan Asy’ariyyah!! Selain percampuran antara Qaramithah dan Shufiyyah!! Ibnu al Qayyim berkata dalam nuniyyahnya:
لكن أخو التعطيل شر من أخي ال إشراك بالمعقول والبرهان

 

 

Maknanya: “Tapi orang yang muaththil itu lebih keji dari orang yang melakukan kesyirikan, sesuai dengan logika dan dalil”.


Tajsim dan Tasybih Yang Terdapat Dalam Kitab-Kitab Pengikut Madzhab Hanbali Yang Ekstrim

– Syeikh Abdul Mughits al Harbi al Hanbali menshahihkan hadits istilqa’, yaitu hadits yang di dalamnya terdapat bahwa Allah setelah selesai menciptakan makhluk-makhluk Ia terlentang dan meletakkan kaki satu di atas kaki yang lain , dan ini adalah tasybih yang amat jelas sekali.

– al Ahwazi al Hanbali menulis sebuah kitab yang cukup besar tentang sifat-sifat, di antaranya hadits ‘araqal Khail yang redaksinya menyebutkan bahwa Allah ketika hendak menciptakan Dzat-Nya Ia menciptakan kuda dan membuatnya berlari, sampai berkeringat, lalu menciptakan dzat-Nya dari keringat itu , Maha Suci Allah dari semua itu.

– Mereka meriwayatkan bahwa al maqam al mahmudbagi Nabi Muhammad adalah duduknya beliau bersama tuhan di atas Arsy, dan mereka menganggap orang yang menyalahi ini sebagai pengikut Jahmiyyah atau zindiq!! Dan bahwa adanya hari penghitungan amal tidak wajib diyakini .
al Barbahari tokoh Mujassimah dari pengikut Madzhab Hanbali pada masanya, di setiap majlisnya dia selalu menyebutkan bahwa Allah mendudukkan nabi bersamanya di atas ‘Arsy .

 


– Dalam kitab mereka yang dinamakan kitab as-Sunnah hal. 75, mereka mengatakan: “Allah berada di atas Arsy, dan Kursi adalah tempat kedua kakinya”. Dan pada hal. 76 mereka mengatakan tentang Allah: “Ia bergerak”.
Ibnu Taimiyah Adalah Pembaharu Aqidah Tajsim

* Ibnu Bathuthah dalam Rihlahnya hal. 90 menyebutkan: “Di Damaskus pernah ada seorang yang merupakan salah satu pembesar Madzhab Hanbali yang bernama Ibnu Taimiyah, ia banyak berbicara dalam berbagai macam disiplin keilmuan, tapi ada ketidak beresan di akalnya, …. pada saat itu aku sedang di Damaskus, aku menghadiri majlisnya pada hari jum’at, dan dia memberi mauizhah kepada orang-orang di atas minbar masjid jami’,seraya mengingatkan orang-orang, dan di antara yang diomongkannya adalah: “Allah turun ke langit pertama seperti turunnya aku dari minbar ini! Lalu dia turun setingkat demi setingkat di atas tangga mimbar, lalu dibantahlah oleh seorang Faqih Maliki yang dikenal dengan sebutan Ibnu az-Zahra’,Ia mengingkari apa yang diucapkan Ibnu Taimiyah, dan orang-orangpun mendekati faqih tersebut, lalu memukuli Ibnu Taimiyah dengan tangan dan sandal berkali-kali sampai terlepas surbannya”.

AlHafizh Ibnu Hajar dalam ad-Durar al Kaminah juz. 1/hal.154 berkata: “Mereka menyebutkan bahwa Ibnu Taimiyah menyebutkan hadits nuzul, lalu dia turun dari atas mimbar seraya berkata: ‘Seperti turunnya aku ini’, maka akhirnya dia dikenal sebagai penganut ajaran tajsim”.

* Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’nya juz.4/hal. 374: “Muhammad didudukkan oleh tuhannya di atas Arsy bersamanya”. Dan berkata dalam kitabnya Talbis al Jahmiyyah juz.1, hal. 573: “Allah berada di atas Arsy dan para malaikat yang menyangga Arsy merasakan berat badan Allah”.
Ibnu al Qayyim murid Ibnu Taimiyah berkata: “Allah duduk di atas Arsy, dan Ia mendudukkan Muhammad bersamanya”, pernyataan ini dia sebutkan dalam kitab Badai’ al Fawa’id juz. 4, hal. 40.

 


* Abu Hayyan al Andalusi dalam kitabnya an-Nahr al Madd: “Aku membaca di kitab Ibnu Taimiyah -yang semasa denganku- sebuah tulisan tangannya sendiri, yang dia beri nama Kitab al ‘Arsy, ia menulis: “Allah duduk di atas Kursi dan Ia mengosongkan tempat untuk mendudukkan Rasulullah bersamanya”, at-Taj Muhammad ibn Ali ibn Abdil Haq al Barinbari membuat tipudayaterhadapnya, ia berpura-pura mendukungnya, sampai akhirnya ia mendapatkan kitab itu, dan kami membaca perkataannya itu di kitab tersebut”.

Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Bayan Talbis al Jahmiyyah juz.1/hal.568 menukil dari salah seorang mujassim dan menyepakatinya: “Kalau seandainya Allah berkehendak, maka ia akan menempat di atas punggung nyamuk, dan nyamuk itu akan kuat mengangkatnyadengan kekuasaannya dan pengaturannya yang menjadikan nyamuk seperti itu, (menurutnya kalau nyamuk saja dijadikan oleh Allah mampu mengangkatnya) apalagi Arsy yang begitu besar”.
Dan Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya yang dinamakan Minhaj as-Sunnah juz.1/hal.210: Kita mengatakan bahwa Allah bergerak dan muncul pada dzatnya sifat-sifat baharu dan sifat-sifat makhluk, lalu apa dalil yang menunjukkan kesalahan pendapat kami ini?”

 


Dan berkata dalam kitabnya MuwafaqatuSharih al Ma’qul li Shahih al Manqul juz.2/hal. 29 menukil dari salah seorang mujassim dan menyetujuinya: “Allah memiliki batasan yang tidak diketahui kecuali oleh Dia saja, dan tidak boleh bagi seorang untuk membayang-bayangkan batasan itu, tetapi wajib baginya untuk beriman akan adanya batasan itu, sertamenyerahkan ilmu tentang hakikat batasan tersebut hanya kepada Allah, dan tempat Allah pun memiliki batasan, Dia di atas Arsy di atas langit yang tujuh dan inilah dua batasan baginya”.

Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Muwafaqat Sharih al Ma’qul li Shahih al Manqul, juz.2/hal. 29-30 menukil perkataan salah seorang mujassimah dan menyetujuinya: “Telah bersepakat kaum muslimin dan kafirin dalam satu kata bahwa Allah ada di atas langit, dan mereka membatasi Allah dengan batasan itu”.

Dan Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Talbis al Jahmiyyah, juz 1/hal. 427: “Ini semua dan yang semisalnya adalah bukti dan dalil tentang adanya batasan bagi Allah, dan orang yang tidak mau mengakui adanya batasan baginya, berarti dia telah mengingkari al Qur’an dan menentang ayat-ayat Allah”. Perkataan ini dia nukil dari salah seorang mujassimah dan dia menyetujuinya.

Dan Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitabnya at Ta’sis fi Radd Asas at-Taqdis juz 1/hal. 100: “Dan tidak mencela seseorangpun dari generasi salaf orang lain karena dia adalah seorang mujassim, dan tidak ada satupun dari mereka yang mencela kaum mujassimah”.

Dan dia berkata juga dalam kitab yang sama juz. 1/hal. 101: “Dan tidak terdapat dalam kitab Allah, hadits Rasulullah, atau perkataan salah seorang dari generasi salaf dan para ulamanya bahwa Allah bukanlah benda, dan bahwa sifat-sifatnya bukanlah benda atau sifat-sifat benda?! Maka menafikan sifat-sifat yang ditetapkan dalam nash-nash syara’ dan akal dengan menafikan lafazh-lafazhnya yang mana syara’ tidak menafikan makna-maknanya adalah suatu kesesatan dan kebodohan”.

Dan berkata juga dalam kitab yang sama juz. 1/hal 109: “Jika demikian, maka nama musyabbihah tidak disebutkan dengan celaan baik dalam al Qur’an, hadits, atau perkataan sahabat dan tabi’in”.
Dan dia juga berkata dalam kitab yang sama juz. 1/hal. 111 perkataan yang menetapkan arah bagi Allah dengan tegas yang berbunyi: “Dan al Bari subhanahu wa ta’aladi atas alam secara hakiki dan bukan ketinggian derajat”.

 


Dan dalam kitab Bayan Talbis al Jahmiyyah karya Ibnu Taimiyah diterbitkan di Saudiyah Majma’ al Malik Fahd halaman 358, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Perkataannya:”maka aku bersama tuhanku dalam bentuk yang paling bagus”, jelas sekali menerangkan bahwa yang memiliki bentuk yang paling bagus adalah tuhan”.

Lihatlah pada tasybihnya yang begitu jelas di sini,IbnuTaimiyah menyifati Allah dengan bentuk dan rupa, dan sudah diketahui di kalangan umat Islam bahwa makna hadits tersebut bukanlah seperti itu, akan tetapimaksud dari hadits tersebut adalah tentang Nabi Muhammad, artinya yang sedang dalam rupanya yang paling bagus adalah Nabi Muhammad.

Dan pada hal. 365 pada kitab yang sama Ibnu Taimiyah berkata: “Nabi Muhammad menyebutkan bahwa beliau melihat tuhannya dalam berupa seorang pemuda yang kedua kakinya lebat dengan bulu dengan warna kehijauan, mamakai dua alas kaki dari emas, di wajahnya terdapatkupu-kupu dari emas.

Dan pada hal. 375 ia berkata: “Perkataan orang yang mengatakan bahwa Dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua pundakku sampai aku merasakan dinginnya ujung-ujung jarinya di dadaku atau antara kedua tetekku adalah jelas sekali menegaskan bahwa meletakkan tangan adalah tangan yang hakiki dan tidak mengandung kemungkinan makna nikmat dari segi apapun.

Kemudian dia juga berkata pada halaman 407 perkataan yang menampakkan sebenarnya akidahnya yang meyakini jism bagi Allah, dia berkata: “Kedua: telah kami sebutkan bahwa semua yang disebutkan dari dalil-dalil ini ialah yang menafikan jism sesuai dengan istilah mereka adalah dalil-dalil yang salah”.

Dan dia juga berkata pada halaman 543: “Bahkan kami mengatakan semua yang ada itu berdiri sendiri, dan hakikatnya seperti itu.Dan bahwa apa yang tidak seperti itu ialah ‘aradl (sifat benda) yang berdiri pada selainnya, dan tidak diterima akal suatu yang ada kecuali apa yang bisa ditunjukkan atau yang seperti apa-apa yang bisa ditunjukkan”.

Aqidah Imam Ahmad ibn Hanbal dan Terlepasnya Beliau Dari Sangkut Paut Dengan Para Penganut Aqidah Tajsim

Hal terpentingdari Imam Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal radliyallahu ‘anhu semasa hidup beliau adalah manhaj beliau dalam aqidah dan keteguhan beliau dalam berpegang teguh dengan ajaran al Qur’an dan Sunnah dan ajaran generasi salaf:
– Dalam mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari benda, tempat, arah, bergerak dan diam, Imam Abu al fadl at-Tamimi al Hanbali dalam kitab I’tiqad al Imam Ahmad hal. 38, dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata:
والله تعالى لا يلحقه تغير ولا تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش، وكان ينكر الإمام أحمد على من يقول إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة

 

 

Maknanya: “Allah tidak berubah dan tidak mengalami pergantian, tidak diliputi oleh batasan sebelum menciptakan ‘Arsy, dan Imam Ahmad mengingkari orang yang mengatakan bahwa Allah dengan dztNya berada di semua tempat, karena tempat-tempat itu ada batasannya”.

– Imam Abu al Fadl at-Tamimi pemuka madzhab hanbali di Baghdad dan putra pemuka madzhab Hanbali dalam kitabnya (I’tiqad al Imam Ahmad hal. 45):
وأنكر أحمد على من يقول بالجسم وقال إن الأسماء مأخوذة من الشريعة واللغة، وأهل اللغة وضعوا هذا الاسم على ذي طول وعرض وسمك وتركيب وصورة وتأليف والله تعالى خارج عن ذلك كله فلم يجز أن يسمى جسما لخروجه عن معنى الجسمية ولم يجئ في الشريعة ذلك فبطل

Maknanya: “Imam Ahmad mengingkari orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jism, dan beliau berkata bahwa nama-nama itu diambil dari ajaran syara’ dan bahasa, dan para ahli bahasa menggunakan kata jism untuk sesuatu yang memiliki panjang, lebar, kedalaman, susunan, dan bentuk, dan Allah di luar semua itu, maka tidak boleh dikatakan bahwa Allah adalah jism karena Allah bukanlah jism, dan dalam ajaran syari’at tidak ada nash yang menyebutkan itu, maka perkataan orang bahwa Allah itu jism adalah bathil”.


– Al Imam al Hafizh Ibnu al Jauzi berkata dalam kitabnya Daf’u Syubah at-Tasybih hal. 56 berkata:
براءة أهل السنة عامة والإمام أحمد خاصة عن عقيدة المجسمة وقال: كان أحمد لا يقول بالجهة للبارئ

 

Maknanya: “Terlepasnya Ahlussunnah umumnya dan Imam Ahmad khususnya dari aqidah tajsim, dan berkata: Imam Ahmad tidak menisbatkan arah bagi Allah”.


– Al Qadli Badruddin ibn Jama’ah dalam kitabnya Idlah ad-Dalil fi Qath’i Syubahi ahli at-Ta’thil hal. 108 menyebutkan bahwa Imam Ahmad tidak mengatakan bahwa Allah berada di suatu arah tertentu.
– Al Imam al Hafizh al Iraqi, al Imam al Qarafi, Syeikh Ibnu Hajar al Haitami , Mulla Ali al Qari , Muhammad Zahid al Kautsari dan lain-lain menukil dari para imam madzhab empat, penunjuk ummat Imam Syafi’i , Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah perkataan mereka yang berisi tentang pengkafiran orang yang mengatakan bahwa Allah ada di suatu arah atau beraqidah tajsim”, bahkan penulis kitab al Khishal yang merupakan salah seorang pengikut madzhab Hanbali menukil dari Imam Ahmad tentang pengkafiran orang yang mengatakan:
الله جسم لا كالأجسام

 

 

Dan perkataan beliau yang masyhur yang diriwayatkan oleh Abu al Fadl at-Tamimi al Hanbali:
مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك

Maknanya: “Apapun yang terlintas dalam benakmu maka Allah tidak seperti itu”.


Ini merupakan dalil yang menunjukkan kejernihan aqidah Imam Ahmad dan bahwa beliau meyakini aqidah tanzih.

 

– Begitu juga Imam Ahmad mentakwil ayat-ayat mutasyabihat yang beirisi tentang sifat-sifat, al Baihaqi meriwayatkan dari al Hakim dari Abu Amr ibn as-Sammak dari Hanbal bahwa Ahmad ibn hanbal mentakwil firman Allah: وجاء ربك bahwa yang datang adalah pahala amalan yang diberi oleh-Nya, al Baihaqi berkata: ini sanadnya bersih dan tidak ada sedikitpun debu di atasnya, dan ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Tarikhnya (juz. 10/hal. 327).

 

Dalam riwayat lain yang dinukil oleh al Baihaqi dalam manaqib Ahmad bahwa Imam berkata:
جاءت قدرته أي أثر من آثار قدرته

Maknanya:”Datang tanda-tanda kekuasaan-Nya”.


Al Baihaqi berkata: “Di sini terdapat dalil bahwa Imam Ahmad tidak berkeyakinan bahwa “al maji”jika disandarkan kepada Allah seperti tersebut dalam al Qur’an, atau “nuzul” jika dinisbatkan kepada Allah seperti tersebut dalam hadits berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lainseperti datangnya makhluk yang memiliki bentuk, tapi bermakna ungkapan nampaknya tanda-tanda kekuasaan Allah”

Dalam kitab al Futuhat ar-Rabbaniyyah ‘ala al Adzkar an-Nawawiyyah karya seorang ulama ahli tafsir bernama Muhammad ibn ‘Allan ash-Shiddiqi asy-Syafi’I al Asy’ari al Makki (w. 1057 H), pada “Bab: Anjuran Untuk Berdo’a Dan Beristighfar Pada Paruh Kedua Setiap Malam” juz. 2/hal. 196: “Dan Allah Maha Suci dari arah, tempat, bentuk, dan semua sifat-sifat baharu, dan ini adalah keyakinan penganut kebenaran, termasuk Imam Ahmad ibn Hanbal, dan apa saja yang dinisbatkan oleh sebagian orang kepada beliau yang berisi tentang penisbatan arah bagi Allah atau yang semisalnya, semuanya itu adalah kebohongan yang nyata terhadap beliau, dan terhadap para pengikutnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu al Jauzi yang merupakan salah satu pembesar dalam Madzhab Hanbali”.

Al Hafizh Ibnu Asakir –semoga Allah merahmatinya- dalam kitabnya Tabyin Kadzib al Muftari fi Ma Nusiba Ila al Imam Abi al Hasan al Asy’ari hal. 164: “Ibnu Syahin mengatakan: dua orang yang shalih diuji dengan orang-orang yang buruk, Ja’far ibn Muhammad dan Ahmad ibn Hanbal”.

 

Dalam al Fatawa al Haditsiyyahkarya Ibnu Hajar al Haitami (w. 973 H), pada halaman 144 mengatakan: “Aqidah Imam as-Sunnah Ahmad ibn Hanbal adalah aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu aqidah tanzih (mensucikan) Allah dari apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zhalim dan orang-orang yang menentang, mensucikan Allah dari arah dan kebendaan dan lain-lain yang termasuk tanda-tanda kekurangan dan bahkan dari semua sifat yang tidak mengandung arti kesempurnaan secara muthlaq, dan yang terkenal di kalangan orang-orang bodoh yang berafiliasi kepada Imam Ahmad bahwa beliau menisbatkan arah kepada Allah adalah kebohongan semata, laknat Allah bagi orang yang menisbatkan itu kepada Imam Ahmad, atau menuduh beliau dengan kejelekan-kejelekan ini, semoga Allah membebaskan beliau dari itu semua”.

Penutup
Berisi Nasehat
Allah ta’ala berfirman:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر (آل عمران: 110)

 

Maknanya: “Kalian adalah sebaik-baik umat di antara seluruh umat manusia, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran” (QS Ali Imran: 110).

 


Allah ta’ala berfirman:
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة ويطيعون الله ورسولهأولئك سيرحمهم الله إن الله عزيز حكيم (التوبة: 71).

 

Maknanya: “Orang-orang yang beriman baik laki-laki atau perempuan sebagaian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka memerintahkan kepada keta’atan, dan mencegah kemunkaran, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menta’ati Allah dan rasul-Nya, mereka itu yang dirahmati oleh Allah, dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.


Allah ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam:
أبلغكم رسالات ربي وأنصح لكم وأعلم من الله ما لا تعلمون (الأعراف: 62).

 

Maknanya: “Aku sampaikan kepada kalian risalah dari Tuhanku dan aku mengetahui dari wahyu Allah apa yang tidak kalian ketahui”.

Dan tentang Nabi Hud ‘alaihissalam:
أبلغكم رسالات ربي وأنا لكم ناصح أمين (الأعراف: 68).

Maknanya: “Aku sampaikan kepada kalian risalah dari Tuhanku dan aku adalah pemberi nasehat kepada kalian yang terpercaya”.


Dari Tamim ad-Dari –semoga Allah meridloinya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“الدين النصيحة”، قلنا لمن؟ قال: “لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم (رواه مسلم)
.
Maknanya: “(termasuk perkara yang teramat penting dalam) Agama ini adalah nasehat”, para sahabat bertanya: “Apa nasehat itu?” Rasulullah menjawab: “Nasehat untuk beriman kepada Allah, beriman kepada kitab Allah, beriman kepada Rasulullah, membantu para pemimpin umat Islam, dan menasehati orang awam kepada mashlahat dan keta’atan”.
Dan dari Jarir –semoga Allah meridloinya- berkata:

بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم على إقام الصلاة وإيتاء الزكاة والنصح لكل مسلم (رواه البخاري ومسلم).

Maknanya: “Aku berjanji kepada Rasulullah untuk selelu menjalankan shalat, mengeluarkan zakat, dan menasehati setiap muslim”.

Nasehat kami kepada setiap muslim untuk selalu berpegang teguh dengan aqidah sunniyyah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, dan bersungguh-sungguh untuk menyebar dan menegakkannya, terutama para ulama dan umara’, dan setiap kita dimanapun dia berada. Dengan ini ummat Islam akan menjadi kuat dan disegani oleh ummat-ummat lain. Dan ini adalah penjagaan dan benteng untuk setiap daerah, dan keamanan serta ketentraman bagi setiap Negara.

Ketahuilah wahai saudaraku yang seiman –semoga Allah merahmatimu dengan taufiq-Nya- bahwa jalan untuk mencapai penyatuan ummat dan penyeragaman kata mereka adalah dengan menyatukan hati mereka dalam satu aqidah yang benar yaitu aqidah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah Ahlussunnah wal Jama’ah, aqidah as-Salaf as-Shalih, aqidah Nabi Muhammad dan para sahabatnya dan ahlul bait dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan.

Kalau kita mengambil dua contoh ini:
Pertama: Sulthan Muhammad al Fatih al Utsmani al Maturidi
Kedua: Sulthan Shalahuddin al Ayyubi al asy’ari asy-Syafi’i
 
Keduanya telah berjuang dalam menyebarkan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan mengumpulkan hati orang-orang dalam satu kalimat tauhid, sehingga mempermudah mereka dalam menyatukan tentara Islam dalam satu barisan, akhirnya sulthan Muhammad al Fatih berhasil menaklukkan konstatinopel, dan Sultan Shalahuddin berhasil membebaskan Masjid al Aqshadari cengkeraman pasukan salib setelah dikuasai oleh mereka selama 90 tahun.

Sulthan Muhammad al Fatih
Nama lengkapnya sulthan Muhammad Khan Fatihul Qisthanthiniyyah ibn Murad, dilahirkan pada tahun 835 H, termasuk salah satu raja terkemuka di kalangan raja-raja keluarga Utsman dan yang paling kuat dalam berjuang. Melaksanakan beberapa kali peperangan, yang paling besar adalah perang dalam penaklukan Konstatinopel setelah dikepung selama 51 hari, tepatnya pada tanggal 24 Jumada al akhirah tahun 857 H, dan beliau memiliki karamah-karamah yang aneh dan peninggalan-peninggalan yang mengagumkan, berkuasa selama 31 tahun, sampai akhirnya meninggal pada tahun 886 H.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memuji beliau dan tentara beliau, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al Bazzar, at-Thabarani, al Hakim dengan sanad yang shahih:

لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش

Maknanya: “Konstantinopel akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang berhasil menaklukkannya, dan sebaik-baik bala tentara adalah bala tentara yang menaklukkannya”.
Dan konstantinopel akhirnya takluk setelah lewat 900 tahun dari meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di tangan sulthan Muhammad al Fatih al Maturidi –semoga Allah merahmatinya- dan beliau adalah seorang penganut ajaran sunni, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat, mencintai kaum shufi yang lurus, dan bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sulthan Shalahuddin :

 


Dilahirkan pada tahun 532 H, beliau –semoga Allah merahmati beliau- seorang penganut Madzhab Asy’ari dalam aqidah dan pengamal Mazhab Syafi’I dalam fiqih, seorang yang berilmu, shalih, dan mutawadli’ (rendah hati), wara’, beragama, bersahaja (zuhud), sangat rajin untuk shalat berjama’ah, tekun dalam melaksanakan amalan-amalan sunnah dan shalat malam, memperbanyak dzikir, senang mendengar bacaan al Qur’an, hatinya khusyu’, banyak meneteskan air mata (karena sedih meratapi kekurangannya), teman yang pengasih, lemah lembut dan suka memberi nasehat, adil, menyayangi rakyatnya, belas kasihan dan suka menolong kepada orang-orang yang dizhalimi dan orang-orang yang lemah, pemberani, pemurah, penyabar, akhlaqnya mulia, hafal al Qur’an, hafal kitab Tanbih dalam fiqih Syafi’i, banyak bertalaqqi hadits-hadits, selalu berdo’a kepada Allah dan tidak membuatnya gentar -dalam berjuang di jalan yang diridloi Allah- celaan orang yang mencela.

Wilayah kekuasaannya dari ujung Yaman sampai Maushil, dari Tripoli barat sampai Naubah, diserahi tampuk pemerintahan untuk seluruh daerah syam, Yaman dan cakupannya seperti Emirat, Qatar, Bahrain, Oman, juga seluruh Hijaz, seluruh daerah di Mesir, banyak membangun dan menyemarakkan masjid-masjid dan madrasah-madrasah, menyemarakkan benteng di gunung, pagar di Kairo, membangun Kubah makam Imam Syafi’i, menghapus penarikan pajak, membuka sekitar tujuh puluh lebih kota dan benteng-benteng, membebaskan Quds (palestina) dan menyucikannya setelah dikuasai selama 90 tahun oleh orang-orang kafir. Wafat pada tahun 589 H, pada saat meninggal beliau berumur 57 tahun, dan tidak mewariskan kekuasaan ataupun tanah.

Di antara manaqib-manaqibnya:
Beliau memerintahkan pada muadzin untuk mengumandangkan aqidah al Mursyidahdiatas menara menjelang shubuh dan para muadzin pun melaksanakannya di setiap malam diseluruh masjid– masjid jami’, kebiasaan itupun berlanjut sekitar 400 tahun lebih.

Sejarawan Taqiyuddin al–Maqrizi (w.845H)dalam kitabnya al Mawaizh Wal I’tibath Bidzikril Alkhithoti Wal Atsar berkata: “Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub diserahijabatan pemerintahan,beliau mengeluarkan satu perintah kepada para muadzin untuk mengumandangkan di atas menara–menara pada malam hari menjelang shubuh pembacaan aqidah yang dikenal dengan al Aqidah al Mursidah dan selanjutnya para muadzin melaksanakan secara terus menerus perintah itu dengan membacakan kitab aqidah tersebut di setiap malam di seluruh masjid jami’ di Mesir sampai sekarang.

al Hafidz Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H)dalam kitabnya al Wasail ila Ma’rifat al Awail: “Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub diserahi pemerintahan,beliau membuat satu perintah kepada para muadzin untuk mengumandangkan di atas menara–menara pada malam hari menjelang shubuh pembacaan aqidah yang dikenal dengan al Aqidah al Mursyidahdan selanjutnya para muadzin melaksanakan secara terus menerus perintah itu dengan membacakan kitab aqidah tersebut di setiap malam di selruh masjid jami’ di Mesir sampai sekarang”.

Al a’lamah al Muhammad ibn A’lan ash-Shidiqi as-Syafi’i (w. 157 H)dalam kitabnya al Futuhat ar-Rabbaniyah a’la al Adzkar an-Nawawiyah berkata: “Ketika Shalahuddin ibn Ayub diserahi jabatan pemerintahan dan beliau menghimbau masyarakat untuk teguh mempertahankan aqidah Asy’ari, beliau memerintahkan kepada para muadzin untuk mengumandangkan aqidah asy’ariyah yang di kenal dengan sebutan al Aqidah al Mursyidah,dan mereka terus menjalankan perintah itu dan membacakan aqidah ini setiap malamnya sebelum shubuh”.

Dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyah Tajuddin sa-Subki mengatakan bahwa Syekh Fahruddin ibn Asakir mengajarkan al Aqidah al Mursyidah . Di Damaskus al Hafidz Shalahuddin al A’la’i (W.761.H) sebagaimana dinukil oleh as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyahberkata dan al Aqidah al Mursyidah ini pengarangnya benar–benar berada di jalan yang lurus dan dia telah benar dalam mensucikan Allah yang maha agung.

Tajuddin as-Subki (w.771H) dalam kitabnya Mu’id an-Nia’am waMubid an-Niqam mengatakan: “Aqidah Asy’ari ialah aqidah yang terdapat pada kitab aqidah karya Abu Ja’far ath-Thahawi,Aqidah Abu al Qasim al Qusyairi, dan aqidah yang terkenal yang bernama al Aqidah al Mursyidahke empat–empatnya sama-sama meyakini dasar-dasar aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
Imam Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi (w.895H)dalam Syarahnya: “al Aqidah al Mursyidah yang dinamakan dengan alAnwar al Mubayyinah li Ma’ani I’qdi al Aqidah al Mursyidahbersepakat para imam-imam atas kebenaran aqidah ini dan aqidah ini adalah aqidah mursyidah rosyi

Imam Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi (w.895H)dalam Syarahnya: “al Aqidah al Mursyidah yang dinamakan dengan alAnwar al Mubayyinah li Ma’ani I’qdi al Aqidah al Mursyidahbersepakat para imam-imam atas kebenaran aqidah ini dan aqidah ini adalah aqidah mursyidah rosyi

. (*)

 

Taqin Mayat

Talqin Mayat Ketika Sakaratul-Maut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَق نُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللََّّ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “Talqinkanlah orang yang sakaratul-maut diantara kamu dengan ucapan La ilaha illallah. (HR. Muslim).

Komentar Imam an-Nawawi:

معناه من حضره الموت والمراد ذكروه لا إله إلا الله لتكون آخر كلامه كما في الحديث من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل

الجنة والأمر بهذا التلقين أمر ندب وأجما العلماء على هذا التلقين وكرهوا الاكثار عليه والموالاة لئلا يضجر بضيق حاله

وشدة كربه فيكره ذلك بقلبه ويتكلم بما لا يليق قالوا وإذا قاله مرة لا يكرر عليه إلا أن يتكلم بعده بكلام آخر فيعاد التعريض به

ليكون آخر كلامه ويتضمن الحديث الحضور عند المحتضر لتذكيره وتأنيسه واغماض عينيه والقيام بحقوقه وهذا مجما

عليه

Maknanya, siapa yang sedang mengalami sakratul-maut, maka ingatkanlah ia dengan ucapan ‘ لا

إله إلا الله agar kalimat terakhirnya adalah لا إله إلا الله sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, Siapa yang akhir kalamnya adalah: ‘ لا إله إلا الله , maka ia masuk surga.Perintah talqin ini adalah perintah anjuran. Para ulama telah Ijma’ tentang talqin ini. Para ulama memakruhkan memperbanyak talqindan terus menerus tanpa henti agar orang yang sedang sakaratul-mau itu tidak kacau karena kondisinya yang sedang sulit dan berat hingga menyebabkan tidak suka dalam hatinya dan ia mengatakan kata-kata yang tidak layak. Menurut para ulama, jika orang yang sakaratul-maut itu telah mengucapkan ‘ لا إله إلا الله satu kali, maka tidak perlu lagi mengulangi talqin. Kecuali jika setelah mengucapkan itu ia mengucapkan kata-kata lain, maka talqindiulang lagi agar akhir kalamnya adalah ‘ لا إله إلا الله . Hadits ini juga mengandung makna anjuran agar hadir di tempat orang yang sedang menjalani sakaratul-mau untuk mengingatkannya, berbuat baik kepadanya, menutupkan kedua matanya dan melaksanakan hak-haknya. Semua perkara ini disepakati para ulama berdasarkan Ijma’165.

Ulama ikhtilaf tentang talqin mayat setelah dikuburkan. Berikut ini pendapat para ulama:

Dalil-Dalil Talqin Mayat Setelah Dikubur.

الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أبَِي أُمَامَةَ : } إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَ لَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَاَ بِمَوْتاَنَا أَمَرَنَا رَسُولُ

اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِ نْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتمُْ الترَُّابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا

فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِ ي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّه يَقُولُ : أرَْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللََُّّ وَلَكِنْ لَا تشَْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ :اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أنَْ لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ وَأَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُه وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِالَِلَِّّ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا ف إِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ

165 Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, juz.VI (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-Araby, 1392H), hal.219.

مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْ دَ مَنْ لُقِ نَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللََِّّ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ :

يَنْسُبُهُ إلَى أُ مهِ حَوَّاءَ ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ { .

Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan talqin itu mengucapkan: Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang lakilaki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak Hawa”.

Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:

وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ ال ضيَاءُ فِي أَحْكَامِه

Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam kitab Ahkamnya”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.

Riwayat Pertama:

مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ، وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : } إذ ا سُ وِيَ عَلَى الْمَي تِ قَبْرُهُ

وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتحَِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَ ي تِ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ ،

ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَب ي اللََُّّ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِ ي مُحَمَّدٌ. ثُمَّ يَنْصَرِفُ { .

Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian beranjak.

Riwayat Kedua:

وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِ ي أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : { إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَ شَشْتمُْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى

قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي } .

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas

kuburku, maka berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.

Riwayat Ketiga:

وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَي بِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : { فَ لَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ

إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأرَْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَصَعِ دْ رُوحَهَا ، وَلَقِ هَا مِنْك رِضْوَانًا } .

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu”.

Riwayat Keempat:

وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ : “ إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ

جَزُورٍ وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتأَْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أرَُاجِاُ رُسُلَ رَب ي ” .

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama ‘Amr bin alAsh berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Riwayat Kelima:

حَدِيثُ : { أَنَّهُ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَي تِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْ تغَْعِرُوا لِأخَِيكُمْ وَاسْألَُوا لَهُ التثَّْبِيتَ ،

فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْألَُ } . أَبُو دَاوُد ، وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.

Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya”.

(Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman)166.

Hadits Lain:

لقنوا موتاكم لا إله إلا الله « : حديث

قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم لعظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحاي المحتضار مجااز فالا يصاار

إليه إلا بقرينة وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر عليهم فقط والله أعلم.

Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’i).

Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [ موتاكم].

Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتااكم ]adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah

166 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani,Talkhish al-Habir, juz.II, hal.396-398

(indikasi), jika tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.

Pendapat Ulama Ahli Hadits.

Imam Ibnu ash-Shalah:

وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى نختاره ونعمل به قال وروينا فيه حديثا من حديث أبى

امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل أهل الشام قديما

Syekh Abu ‘Amr bin ashShalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu167.

Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:

إن التلقين جرى عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى المائة الخامسة فما

بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة

ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى التلخيص إسناده صحيح ، إسناده صالح لأن له طرقا وشواهد

Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya hingga sekitar Andalusia. Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain168.

Pendapat Ahli Fiqh.

Pendapat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك السااعة وهاو فعال أهال المديناة والصاالحين مان

الأخيار لأنه مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الاذكرى تنعاا المايمنين و، وأحاو ماا يكاون العباد إلاى التاذكير باالله عناد سايال

الملائكة.

Ibnu al-Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

167 Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.V, hal.304.

168 Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10.

(Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat169.

Pendapat Ibnu Taimiah:

هذا التلقين المذكور قد نقل عن طائعة من الصحابة : أنهم أمروا به كأبي أمامه الباهلي وغيره وروي فيه حديث عن النبي

صلى الله عليه و سلم لكنه مما لا يحكم بصحته ولم يكن كثير من الصحابة يععل ذلك فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء

: أن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا فيه ولم يأمروا به واستحبه طائعة من أصحاب الشافعي وأحمد وكره طائعة من العلماء

من أصحاب مالك وغيرهم

Talqin yang disebutkan ini telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti Abu Umamah al-Bahili dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan tetapi tidak dapat dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya, oleh sebab itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berkata, Talqin ini boleh dilakukan, mereka memberikan rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak memerintahkannya. Dianjurkan oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali,dimakruhkan sekelompok ulama dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya170.

Pendapat Imam an-Nawawi:

قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن

أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق

وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا

وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن إماما وبالكعبة قبلة وبالميمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله

توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر

المقدسي والرافعي وغيرهم

Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orangorang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah

169 Hawamisy Mawahib al-Jalil, juz.II, hal. 238.

170 Imam Ibnu Taimiah, Majmu’ Fatawa, juz.XXIV (Dar al-Wafa, 1426H), hal.296.

Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka171.

يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغعر له نص عليه الشافعي واتعق عليه الاصحاب قالوا

ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن

Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’i secara nash, disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’i, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan alQur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’i berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan172.

Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:

أن هذا العمل لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتعا به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانا منه .

Talqin tidak memudharatkan orang yang masih hidup dan orang yang sudah wafat, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan Talqin untuk mayat173.

171 Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.V, hal.304.

172 Ibid., hal.294.

173 Fatawa al-Azhar, juz.VIII, hal.303.

Hukum Celana Di Bawah Mata Kaki

Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai ‘celana kebanjiran’. Pembahasan kali ini –insya Allah- akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan

Penampilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis

Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :

سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ

Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)

Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ

“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)

Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)

Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki

Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’ pada Bab Satrul ‘Awrot.

Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ

“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)

Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,

خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki.

Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong

Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ

“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)

Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa besar.

Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.

Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang dimaksud sebagai berikut.

إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ – أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ

“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)

Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda.

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-.

Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan hukuman. Wallahu a’lam bish showab.

Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.

Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki

Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki?

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut.

Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.

Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.

Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548).

Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

“Barangsiapa yang menta’ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 80)

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)

وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

“Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54)

Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)

Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ

”Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)

Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana

Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini.

Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata,

رُدُّوا عَلَىَّ الْغُلاَمَ

“Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata,

ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ،

“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.”

Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana saja dipermasalahkan?’ Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena salaf (shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah-

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Selesai disusun di Yogyakarta,

pada siang hari, hari ke-29 bulan Shofar tahun 1429 H

bertepatan dengan hari ‘ied umat Islam setiap pekannya (Jum’at), 7 Maret 2008

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Talqin Mayat

Talqin Mayat Ketika Sakaratul-Maut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَق نُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللََّّ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “Talqinkanlah orang yang sakaratul-maut diantara kamu dengan ucapan La ilaha illallah”. (HR. Muslim).
Komentar Imam an-Nawawi:

معناه من حضره الموت والمراد ذكروه لا إله إلا الله لتكون آخر كلامه كما في الحديث من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة والأمر بهذا التلقين أمر ندب وأجما العلماء على هذا التلقين وكرهوا الاكثار عليه والموالاة لئلا يضجر بضيق حاله وشدة كربه فيكره ذلك بقلبه ويتكلم بما لا يليق قالوا وإذا قاله مرة لا يكرر عليه إلا أن يتكلم بعده بكلام آخر فيعاد التعريض به ليكون آخر كلامه ويتضمن الحديث الحضور عند المحتضر لتذكيره وتأنيسه واغماض عينيه والقيام بحقوقه وهذا مجما عليه

Maknanya, siapa yang sedang mengalami sakratul-maut, maka ingatkanlah ia dengan ucapan ‘ لا
إله إلا الله ‘ agar kalimat terakhirnya adalah ‘ لا إله إلا الله ‘ sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, “Siapa yang akhir kalamnya adalah: ‘ لا إله إلا الله ‘, maka ia masuk surga”. Perintah talqin ini adalah perintah anjuran. Para ulama telah Ijma’ tentang talqin ini. Para ulama memakruhkan memperbanyak talqin dan terus menerus tanpa henti agar orang yang sedang sakaratul-mau itu tidak kacau karena kondisinya yang sedang sulit dan berat hingga menyebabkan tidak suka dalam hatinya dan ia mengatakan kata-kata yang tidak layak. Menurut para ulama, jika orang yang sakaratul-maut itu telah mengucapkan ‘ لا إله إلا الله ‘ satu kali, maka tidak perlu lagi mengulangi talqin. Kecuali jika setelah mengucapkan itu ia mengucapkan kata-kata lain, maka talqin diulang lagi agar akhir kalamnya adalah ‘ لا إله إلا الله ‘. Hadits ini juga mengandung makna anjuran agar hadir di tempat orang yang sedang menjalani sakaratul-mau untuk mengingatkannya, berbuat baik kepadanya, menutupkan kedua matanya dan melaksanakan hak-haknya. Semua perkara ini disepakati para ulama berdasarkan Ijma’.
Ulama ikhtilaf tentang talqin mayat setelah dikuburkan. Berikut ini pendapat para ulama:
Dalil-Dalil Talqin Mayat Setelah Dikubur.

الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أبَِي أُمَامَةَ : } إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَ لَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَاَ بِمَوْتاَنَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِ نْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتمُْ الترَُّابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِ ي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّه يَقُولُ : أرَْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللََُّّ وَلَكِنْ لَا تشَْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ : اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أنَْ لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِالَِلَِّّ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا ف إِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْ دَ مَنْ لُقِ نَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللََِّّ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : يَنْسُبُهُ إلَى أُ مهِ حَوَّاءَ ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ { .

Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan talqin itu mengucapkan: “Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak Hawa”.
Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ ال ضيَاءُ فِي أَحْكَامِه “Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam kitab Ahkam-nya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.
Riwayat Pertama:

مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ، وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : } إذ ا سُ وِيَ عَلَى الْمَي تِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتحَِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَ ي تِ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللََُّّ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَب ي اللََُّّ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِ ي مُحَمَّدٌ . ثُمَّ يَنْصَرِفُ { .

Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian beranjak.
Riwayat Kedua:

وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِ ي أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : } إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَ شَشْتمُْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي { .

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.
Riwayat Ketiga:

وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَي بِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : } فَ لَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأرَْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَصَعِ دْ رُوحَهَا ، وَلَقِ هَا مِنْك رِضْوَانًا { .

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu”.
Riwayat Keempat:

وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ : ” إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ جَزُورٍ وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتأَْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أرَُاجِاُ رُسُلَ رَب ي ” .

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama ‘Amr bin al-‘Ash berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).
Riwayat Kelima:

حَدِيثُ : } أَنَّهُ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَي تِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْ تغَْعِرُوا لِأخَِيكُمْ وَاسْألَُوا لَهُ التثَّْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْألَُ { . أَبُو دَاوُد ، وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.

Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya”.
(Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman)166.
Hadits Lain:

.» لقنوا موتاكم لا إله إلا الله « : حديث
قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم لعظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحاي المحتضار مجااز فالا يصاار إليه إلا بقرينة وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر عليهم فقط والله أعلم.

Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah”. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’i).
Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [ موتاكم ].
Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتااكم ] adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah. (indikasi), jika tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.
Pendapat Ulama Ahli Hadits.
Imam Ibnu ash-Shalah:

وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى نختاره ونعمل به قال وروينا فيه حديثا من حديث أبى امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل أهل الشام قديما

Syekh Abu ‘Amr bin ash-Shalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.
Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:

إن التلقين جرى عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى المائة الخامسة فما بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى “التلخيص ” إسناده صحيح ، إسناده صالح لأن له طرقا وشواهد

Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya hingga sekitar Andalusia. Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain.
Pendapat Ahli Fiqh.
Pendapat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك السااعة وهاو فعال أهال المديناة والصاالحين مان الأخيار لأنه مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الاذكرى تنعاا المايمنين و، وأحاو ماا يكاون العباد إلاى التاذكير باالله عناد سايال الملائكة.

Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat”.

Pendapat Ibnu Taimiah:

هذا التلقين المذكور قد نقل عن طائعة من الصحابة : أنهم أمروا به كأبي أمامه الباهلي وغيره وروي فيه حديث عن النبي صلى الله عليه و سلم لكنه مما لا يحكم بصحته ولم يكن كثير من الصحابة يععل ذلك فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء : أن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا فيه ولم يأمروا به واستحبه طائعة من أصحاب الشافعي وأحمد وكره طائعة من العلماء من أصحاب مالك وغيرهم

Talqin yang disebutkan ini telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti Abu Umamah al-Bahili dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan tetapi tidak dapat dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya, oleh sebab itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berkata, “Talqin ini boleh dilakukan, mereka memberikan rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak memerintahkannya. Dianjurkan oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali, dimakruhkan sekelompok ulama dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya..
Pendapat Imam an-Nawawi:

قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن إماما وبالكعبة قبلة وبالميمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم

Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka.

يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغعر له نص عليه الشافعي واتعق عليه الاصحاب قالوا ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن

Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’i secara nash, disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’i, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’i berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan.
Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:

أن هذا العمل لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتعا به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانا منه .

Talqin tidak memudharatkan orang yang masih hidup dan orang yang sudah wafat, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan Talqin untuk mayat

*37 AS*

Tujuan Utama Dakwah Setan

Diantara bentuk dosa yang dilalaikan dan dipandang remeh oleh kaum muslimin adalah dosa kesyirikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan sedikit tentang bahaya syirik. Semoga dengan pembahasan ini dapat mengubah pandangan kita selama ini tentang bahaya kesyirikan yang mungkin belum kita ketahui.

Syirik Merupakan Salah Satu Pembatal Islam

Di antara sebab terbesar batalnya Islam seseorang adalah berbuat syirik kepada Allah Ta’ala. Yaitu dengan beribadah kepada selain Allah Ta’ala, di samping juga beribadah kepada Allah, seperti bernadzar kepada selain Allah, bersujud kepada selain Allah, atau meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang tidak ada yang bisa memenuhinya kecuali Allah Ta’ala saja. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. (QS. Al-Maidah [5]: 72)

Allah Ta’ala berfirman yang artinya,Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang tingkatannya di bawah (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)

Oleh karena itu, kesyirikan adalah dosa yang paling berbahaya, namun banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai muslim dan mengucapkan laa ilaaha illallah”. Mereka memang melaksanakan shalat dan puasa. Akan tetapi mereka mencampur amal ibadah mereka dengan syirik akbar, sehingga mereka pun keluar dari Islam.

Syirik Merupakan Tujuan Utama “Dakwah” Setan

Tauhid merupakan fitrah yang Allah Ta’ala ciptakan untuk manusia. Setiap manusia yang ada di dunia ini terlahir di atas fitrah tauhid, meskipun dia dilahirkan oleh orangtua yang musyrik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,“Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari tulang punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ’Bukankah Aku ini Rabb-mu? ’Mereka menjawab,’Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’” (QS. Al-A’raf [7]: 172)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada satu pun anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan di atas fitrah. Orang tuanya-lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat (sama persis dengan induknya), apakah Engkau merasakan adanya cacat padanya?“ (HR. Bukhari no. 1385 dan Muslim no. 6926)

Karena manusia dilahirkan di atas fitrah tauhid, maka setan akan berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyesatkan manusia agar mereka menyimpang dari fitrah tauhid tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya Rabb-ku memerintahkanku untuk mengajari kalian apa-apa yang belum kalian ketahui. Di antara hal-hal yang diajarkan kepadaku hari ini adalah, setiap harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku, maka (menjadi) halal baginya. Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan hanif (menjadi seorang muslim, pen.). Kemudian datanglah setan kepada-Nya yang menjadikan mereka keluar dari agama mereka. Serta mengharamkan hal-hal yang Aku halalkan untuk mereka. Dan juga menyuruh mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangan tentang itu … ” (HR. Muslim no. 7386)

Setan sendiri telah berjanji di hadapan Allah Ta’ala bahwa dia akan berusaha untuk mengubah fitrah yang telah Allah Ta’ala ciptakan untuk manusia. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,Yang dilaknati Allah dan setan itu mengatakan, ’Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya). Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya. Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mereka mengubahnya’. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa’ [4]: 118-119)

Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud ayat,Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah)”. Adapun pendapat yang paling tepat sebagaimana yang dipilih oleh Abu Ja’far Ath-Thabary rahimahullah adalah, ”Mengubah agama Allah.” (Lihat Tafsir Ath-Thabary, 9/222)

Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi rahimahullah menjelaskan,Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ayat ini adalah setan menyuruh mereka untuk kafir dan mengubah fitrah agama Islam yang telah Allah Ta’ala ciptakan untuk mereka. Perkataan ini dijelaskan dan ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus’ (QS. Ar-Ruum [30] : 30)Maksudnya adalah, janganlah mengubah fitrah yang telah diciptakan atas kalian dengan (mengerjakan) kekafiran”. (Tafsir Adhwa’ul Bayan, 1/341)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,”Sesungguhnya setiap orang dilahirkan di atas fitrah (yaitu tauhid, pent.). Akan tetapi orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, Majusi, atau yang semisalnya dari fitrah yang telah Allah tetapkan kepada hamba-Nya. Fitrah itu adalah mentauhidkan Allah, mencintai-Nya, dan mengenal-Nya. Setan akan memburu mereka dalam masalah ini sebagaimana binatang buas yang memburu seekor kambing yang terpisah dari kawanannya”. (Tafsir Taisir Karimir Rahman, hal.204)

Dari sini jelaslah bahwa tujuan utama “dakwah” setan adalah menjerumuskan manusia ke dalam kesyirikan. Karena ketika manusia sudah terjerumus ke dalamnya, maka batal-lah tauhidnya. Dan ketika tauhidnya sudah batal, maka sebanyak apa pun amal shalih yang diperbuatnya, semuanya akan menjadi sia-sia belaka. Sehingga setan pun tidak mempunyai kepentingan lagi untuk mengganggunya.

Oleh karena itu, kita kadang melihat orang-orang yang berbuat syirik dengan beribadah di makam orang-orang shalih, mereka beribadah dengan melaksanakan shalat, berdzikir, atau membaca Al Qur’an dengan penuh kekhusyu’an. Bahkan bisa jadi mereka beribadah di sisi makam tersebut semalam suntuk tanpa merasa lelah dan mengantuk. Sesuatu yang mungkin sangat sulit dilakukan oleh orang-orang selain mereka. Demikianlah, kekhusyu’an mereka itu tidak lain karena memang setan tidak lagi mempunyai kepentingan untuk mengganggu ibadahnya tersebut. Karena setan sudah mengetahui, bahwa sebanyak apa pun amal ibadah yang mereka lakukan semuanya akan sia-sia belaka dan tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala.

Syirik Merupakan Dosa yang Tidak Akan Diampuni Jika Tidak Mau Bertaubat

Allah Ta’ala berfirman,Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang tingkatannya lebih rendah dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)

Ayat ini menunjukkan betapa berbahayanya dosa syirik karena Allah Ta’ala tidak akan mengampuninya kecuali jika pelakunya bertaubat darinya. Padahal, ampunan dan rahmat Allah Ta’ala sangatlah luas dan meliputi segala sesuatu. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Hajj [22]: 60)

Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang wanita sedang menggendong anaknya sambil memberi makan, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabatnya,“Menurut kalian, apakah ibu ini tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Para sahabat menjawab,”Tidak, demi Allah! Dia tidak akan tega, selama dia mampu untuk tidak melemparkan anaknya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sungguh Allah lebih mengasihi para hamba-Nya dibandingkan kasih sayang ibu ini kepada anaknya.”(HR. Bukhari no. 5999 dan Muslim no. 7154)

Ayat dan hadits di atas menunjukkan betapa besar kasih sayang dan ampunan Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya, melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Akan tetapi, orang-orang musyrik tidak ikut tercakup di dalamnya. Hal ini menunjukkan begitu besarnya kejahatan dan kedzaliman yang ditimbulkan oleh kesyirikan.

Maka barangsiapa yang meninggal di atas kesyirikan, maka dia tidak akan diampuni. Sehingga hal ini menunjukkan betapa bahayanya kesyirikan. Kita wajib menghindarinya sejauh-jauhnya. Setiap dosa masih mungkin dan masih ada harapan untuk diampuni jika pelakunya tidak bertaubat, kecuali dosa syirik. Sedangkan kesyirikan tidak mungkin untuk dihindari kecuali dengan mempelajarinya dan mengetahui bahayanya. (Lihat I’anatul Mustafiid, 1/95)

Apabila seseorang berbuat syirik kemudian bertaubat dan meninggal di atas tauhid, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya, termasuk dosa syirik. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman yang artinya,Katakanlah,’Hai hamba-hambaKu yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39]: 53)

Inilah sebagian kecil di antara bahaya-bahaya kesyirikan. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila seseorang sangat takut untuk terjerumus ke dalam perbuatan syirik. Dalam hal ini, Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam telah memberikan teladan kepada kita ketika beliau berdoa kepada Allah Ta’ala, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata,’Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman. Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan mayoritas manusia’”. (QS. Ibrahim [14]: 35-36)

Ibrahim ‘alaihis salaam berdoa seperti itu, padahal beliau telah memiliki kedudukan yang sangat tinggi sebagai kekasih Allah (khalilullah). Meskipun demikian itu keadaan Ibrahim ‘alaihis salaam, beliau tetap mengkhawatirkan apabila dirinya jatuh terjerumus ke dalam perbuatan syirik, karena hati manusia berada di antara jari-jemari Ar-Rahman. Oleh karena itulah, sebagian ulama mengatakan,”Dan siapakah yang merasa aman dari ujian setelah Ibrahim ‘alaihis salaam (tidak merasa aman)?” Karena Ibrahim ‘alaihis salaam mengkhawatirkan dirinya kalau terjerus ke dalam perbuatan syirik ketika beliau melihat banyak manusia yang terjerumus ke dalamnya. Wallahu a’lamu. [dr. M. Saifudin Hakim]

Islam Yes, Politik Yes

Sebagian besar umat Islam berpendapat bahwa politik dan dakwah tidak dapat disatukan. Dalam persepsi kebanyakan orang dakwah dan politik adalah dua hal yang kontradiktif. Politik dipahami hanya sebagai aktivitas dunia, dan dakwah dipahami sebagai aktifitas akhirat saja. Sehingga dakwah dianggap tidak pantas memasuki wilayah politik, dan politik haram memasuki wilayah dakwah.

Dakwah adalah pekerjaan para kyai dan ustadz, sedang politik adalah pekerjaan para politisi. Jika seorang ustadz menjadi politisi, maka ia harus melepas semua atribut dan perilakunya sebagai ustadz serta harus mengikuti dan beradaptasi dengan perilaku para politisi. Demikian pula jika seorang politisi menjadi ustadz ia pun harus melepas baju politiknya, karena jika tidak, ia akan dicurigai menggunakan agama sebagai alat politik.

Jadi apakah mungkin seorang dai bisa jadi politisi? Atau bolehkah dakwah berpolitik? Atau kegiatan politik menjadi dakwah?

“Politik adalah kegiatan penyelenggaraan persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat,” demikian tutur Hasan Al Banna. Kegiatan internal politik adalah “mengurus soal pemerintahan, menjelaskan fungsi fungsinya, merinci kewajiban dan haq, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika melakukan kebaikan, dan di kritik jika melakukan kekeliruan”.

Sedangkan yang dimaksud kegiatan eksternal politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, menempatkannya dalam posisi yang sejajar dan terhormat dengan bangsa lain”. Baik kegiatan internal mauapun eksternal politik, sama sama mencakup ajakan kebaikan, amar ma’ruf nahi mungkar yang selama ini acapkali dianggap wilayah kerja dakwah.

Dengan pemahaman seperti ini, kita simpulkan bahwa politik dan dakwah adalah dua kegiatan yang saling terkait, sangat mungkin dakwah menjadi kegiatan politik, atau politik menjadi kegiatan dakwah. Dakwah adalah politik apabila ia berperan memahamkan masyarakat pada hak dan kewajiban mereka.dan politik adalah dakwah jika berperan mengajak masyarakat berbuat baik, memfasilitasi mereka berbuat ma’ruf dan menutup pintu pintu perbuatan zalim dan dizalimi.

Kedudukan politik dalam Islam

Islam adalah agama yang syamil dan mutakamil, mencakup seluruh kehidupan manusia. Terkandung dalam semua aktivitas kegiatan manusia baik urusan dunia maupun akhirat. Termasuk dalam kegiatan politik, Ustman bin Affan ra berkata, “Al quran lebih memerlukan kekuasaan dari pada kekuasaan membutuhkan Al quran.”

Setiap Muslim sewajarnya memahami bahwa Islam memilki sistem politik yang bersumber dari Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah dan dikembangkan oleh para sahabat dan salafusaleh, sesuai dinamika perkembangan kehidupan moderen. Setiap Muslim harus siap menjalankan sistem Islam ini, dan tidak akan menjalankan sistem lain, karena hawatir bertentangan dengan kehendak allah dan terperdaya oleh langkah langkah syaitan. (Al Baqarah : 208)

Peran politik dalam dakwah

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia cenderung saling berinteraksi dan berkelompok. Interaksi dalam kelompok dan antar kelompok bisa bersifat positif atau negatif. Positif jika interaksi yang terjadi adalah saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Negatif jika interaksi yang terjadi adalah saling menolong dan membantu dalam kejahatan, kemungkaran yang pada akhirnya melahirkan berbagai kezaliman seperti perang, penindasan, dan sebagainya.

SEJARAH membuktikan bahwa hanya dengan syariat Islam manusia bisa menggapai kehidupan yang mulia, serta kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan Islam lah lahir manusia manusia cemerlang yang karyanya diakui dan dikagumi sampai sekarang. Islam pula lah yang mencatatkan sejarah membentangkan kekuasaan yang sangat luas yang digapai selama 80 tahun sementara Persia dan Romawi memerlukan 8 abad utk menyamainya.

Tapi seiring dengan perkembangan berikutnya, umat Islam menjauh dari agamanya, kegiatan agama dijauhkan dari kegiatan realitas kehidupan masyarakat sehari-hari, demikian pula sebaliknya, hingga sampailah pada zaman generasi kita sekarang ini.

Kita bersedih dengan keadaan kita, umat Islam adalah umat terbesar di bumi ini, tapi terzalimi hak-haknya. Suriah, Yaman, Palestina, Mesir, Rohingya bahkan umat Islam di Tolikara, Papua tidak boleh menjalankan syariat Islam secara kaffah. Para pemimpin yang shaleh dihambat jika ingin memimpin bangsa, difitnah, umat tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi ekonomi, dan sebagainya.

Mungkinkah kejayaan Islam kembali bangkit, sejarah generasi pertama kembali terulang? Tentu saja bisa apabila kita mampu memenuhi syarat syaratnya. Sebagian di antaranya adalah politik dan kekuasaan. Politik sebagai instrumen instrumen terlaksananya ajaran Islam harus menyatu dalam setiap karakter Muslim, atau dengan kata lain menjadi politik dakwah.

Karakteristik Politisi Dakwah

Setiap Muslim berkewajiban menjadi dai, dan sekaligus secara perlahan menjadi politisi dakwah. Berikut bbrp karakter politisi dakwah

a. Memiliki kepribadian politik, yaitu kumpulan sikap orientasi politik pada diri Muslim dalam menyikapi realita. Terdiri dari ;
• sikap dan keyakinan bahwa Islam mengatur seluruh kehidupan manusia
• pengetahuan dan wawasan politik kekinian
• orientasi dan perasaan politik

b. Memiliki kesadaran politik
• Kesadran misi, kesadaran terhadap ajaran Islam, meliputi dasar dasar aqidah, akhlaq, sosial, ekonomi, juga pentingnya aplikasi Islam sebagai identitas umat.
• Kesadaran gerakan, bahwa Islam akan terwujud ditengah masyarakat dan negara dengan pengorganisasian pergerakan yang komitmen dengan asas Islam dan bekerja mewujudkannya
• Kesadaran problematika politik/umat yang terjadi di masyarakat baik nasional, regional maupaun internasional
• Kesadaran akan hakikat dan sikap politik, yaitu kemampuan memahami peristiwa politik dan sadar akan kekuatan kekuatan politik dalam menghadapai berbagai peristiwa politik itu sendiri

c. Berpartisipasi dalam kegiatan politik
• Dalam bentuk individu dengan menjadi anggota organisasi politik
• Dalam bentuk memberikan solusi atas realita dan problematika masayarakat. Menjadi bagian dari solusi dan perbaikan yang keberadaannnya senantiasa menebar manfaat dan kebaikan bagi lingkungan sekitar

Langkah-langkah menjadi politisi

1. Membangun kembali pemahaman keagamaan, bahwa Islam agama yg lengkap dan komprehensif. Membangkitkan kesadaran umat bahwa hanya dengan Islam lah semua problematika hidup dapat terpecahkan.
2. Membangun kembali kebersamaan umat, bahwa kita bersaudara, tidak dipisah oleh daerah, suku, organisasi, madzhab, maupun harakah. Membangun dan meningkatkan ukhuwan Islamiyah.
3. Mengenal kembali potensi dan kelebihan diri sendiri, bahwa tiap pribadi memiliki potensi yang berbeda dengan yang lain. Persoalan umat ini sangat besar, tak mungkin diselesaikan oleh satu orang atau 1 organisasi politik. Kita harus membangun kebersamaan untuk bersama sama bersinergi melakukan perbaikan
4. Memahami kembali realitas kehidupan yang tidak statis.

Oleh Hainul Zain

Umat Islam Ditakut-takuti dengan HTI, Wahabi, dan Radikalisme

Umat Islam saat ini sedang ditakut-takuti dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Wahabi. Di samping itu sedang dipasung dengan istilah radikalisme. Pada sisi lain, umat Islam hendak dibutakan dari ancaman yang sesungguhnya yaitu komunisme.

Demikian benang merah pemikiran akal sehat yang bisa dipintal dari paparan Prof Dr Achmad Zahro, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Prof Dr Aminuddin Kasdi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Drs Choirul Anam, mantan Ketua GP Ansor Jatim.

Mereka berbicara pada acara bedah buku “NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan Siapa Bertanggung Jawab?” di Gedung Astranawa, Selasa (26/2/19). Buku ini ditulis Choirul Anam yang juga dikenal sebagai tokoh NU kultural.

Menurut Achmad Zahro, umat Islam digiring untuk membenci faham Wahabi. Sampai ada yang mengatakan bahwa Wahabi itu iblis. “Kalau Wahabi itu iblis, berarti orang-orang yang shalat jamaah di Masjid Haram Mekah itu makmum kepada iblis,” katanya.

Karena, Imam di Masjid Haram itu mengikuti Wahabi yang bermazhab Hambali. Sedang Hambali itu sendiri termasuk Sunni (ahlus sunnah wal jamaah). Hambali termasuk mazhab yang juga diakui oleh Nahdlatul Ulama (NU) di samping Syafi’i, Maliki, dan Hanafi.

Umat Islam sengaja dikaburkan antara Wahabi yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab dengan aliran yang didirikan Abdul Wahab bin Abdurrahman Al Khoriji, pendiri mazhab Khawarij. “Yang sesat itu Khawaraij karena suka mengkafirkan Muslim yang lain,” tegas Zahro yang juga dikenal dengan Ketua Ikatan Imam Masjid Indonesia.

Lebih lanjur Zahro mengatakan, HTI digambarkan sebagai kekuatan dahsyat yang hendak mengganti Pancasila dengan sistem khilafah. Padahal khilafah versi HTI itu hanya gagasan. HTI itu sangat kecil dan tidak memiliki negara induk. Beda misalnya dengan Syiah yang memiliki negara induk yaitu Iran.

Penyebaran isu HTI dan Wahabi secara massif ini, kata Choirul Anam, untuk membutakan umat Islam dari ancaman yang sesungguhnya yaitu neo komunisme. Padahal sudah terang benderang neo komunisme sudah di depan mata.

Sejarah mencatat kumunisme selalu mencoba bangkit dari kekalahan dan membalas dendam. Kekalahan di pemberontakan Madiun 1948, lantas bangkit melakukan perlawanan tahun 1965. Apalagi komunisme memiliki negara induk yaitu Tiongkok atau Republik Rakyat China (RRC).

Aminuddin Kasdi melihat, sejak reformasi terlihat tanda-tanda PKI mau bangkit. Dimulai dengan usaha mengubah sejarah bahwa dalam peristiwa G30S PKI tahun 1965, PKI adalah korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Mereka dikorbankan dalam pertikaian internal TNI AD. Mereka korban kekejaman umat Islam. Lantas upaya mereka dilakukan dengan mengubah buku pelajaran sejarah di sekolah.

Penerus PKI mulai berani unjuk diri dengan menyatakan bangga sebagai anak PKI. Mereka melakukan pertemuan-pertemuan konsolidasi. Lantas mereka berjuang agar agar ada rekonsiliasi umat Islam dengan PKI. Berarti umat Islam harus mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada PKI. Gilirannya PKI harus boleh hidup kembali.

Mereka terus bergerak sampai sekarang. Panglima TNI waktu itu Gatot Nurmantyo mengetahui tentang ancaman neo PKI maka dia perintahkan menonton film Pengkhinatan G30S PKI agar generasi muda tetap waspada tetap bahaya PKI.

Zahro dan Anam juga mengedepankan, saat ini umat Islam dipenjara dan ditakuti dengan istilah radikalisme. Jika ada umat Islam yang bersikap asyyida’u alal kuffar (bersikap keras terhadap orang kafir) dianggap radikal dan tidak toleran. Mereka seolah satu aliran dengan ISIS, Al Qaeda. Padahal ISIS, Al Qaeda, HTI itu semuanya proyek untuk memecah belah umat Islam.

Umat Islam Ditakut-takuti dengan HTI, Wahabi, dan Radikalisme